BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini, kesadaran konsumen pada
pangan adalah memberikan perhatian terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang
dikonsumsi. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan
oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan
kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi
kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja,
tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem
manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP-
Good Manufacturing Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali
kritis (HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point).
Perkembangan industri pangan dewasa ini
meningkat dengan sangat pesat, dan salah satu bahan baku yang banyak digunakan
adalah produk-produk dari hasil peternakan seperti daging, susu dan telur.
Masalahnya adalah, produk-produk tersebut sangat rentan terhadap kontaminasi
kuman-kuman berbahaya. Permasalahan ini perlu diantisipasi dengan menerbitkan
suatu metode untuk melakukan analisis resiko terhadap bahaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Pencemaran Pangan Akibat Mikrobiologi
Keracunan makanan (food poissoning) digunakan secara
luas untuk semua penyakit yang disebabkan oleh masuknya makanan yang mengandung
toksin. Pada penyakit yang diakibatkan oleh keracunan makanan, gejala yang
terjadi tak lama setelah menelan bahan beracun bersama dengan makanan/minuman
terseb. Mikrobiologi pangan adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup
yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan lensa pembesar
atau mikroskop. Makhluk yang sangat kecil tersebut disebut mikroorganisme atau
mikroba, dan ilmu yang mempelajari tentang mikroba yang sering ditemukan pada
pangan disebut mikrobiologi pangan. Yang dimaksud dengan pangan disini mencakup
semua makanan, baik bahan baku pangan maupun yang sudah diolah.
Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan
berbagai perubahan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang
merugikan misalnya yang menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang
sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan. Sedangkan mikroba yang
menguntungkan adalah yang berperan dalam proses fermentasi pangan, misalnya
dalam pembuatan tempe,oncom, kecap, tauco, tape dll. Oleh sebab itu dengan
mengetahui sifat-sifat mikroba pada pangan kita dapat mengatur kondisi
sedemikian rupa sehingga pertumbuhan mikroba yang merugikan dapat dicegah,
sedangkan mikroba yang menguntungkan dirangsang pertumbuhannya.
Mikroba terdapat dimana-mana, misalnya di dalam air,
tanah, udara, tanaman, hewan, dan manusia. Oleh karena itu mikroba dapat masuk
ke dalam pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui air yang digunakan
untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan, terutama bila air
tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat masuk ke
dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan sayuran, melalui debu
dan udara, melalui hewan dan manusia, dan pencemaran selama tahap-tahap
penanganan dan pengolahan pangan. Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran
mikroba, kita dapat melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada
pangan.
Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang
terkena penyakit dengan sendirinya juga membawa mikroba patogen yang
menyebabkan penyakit tersebut. Tangan manusia merupakan sumber pencemaran
bakteri yang berasal dari luka atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang
berasal dari tangan manusia, yaitu Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan
pangan. Selain itu orang yang sedang menderita atau baru sembuh dari penyakit
infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera dan disenteri, juga merupakan
pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut sampai beberapa hari atau beberapa
minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat menjadi sumber
pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau mengolah pangan.
Kerusakan
mikrobiologi pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
1. Tingkat
pencemaran mikroba pada pangan, yaitu semakin tinggi tingkat pencemaran mikroba
maka pangan akan semakin mudah rusak.
2. Kecepatan pertumbuhan mikroba yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, yaitu aw, pH, kandungan gizi,
senyawa antimikroba, suhu, oksigen, dan kelembaban.
3. Proses
pengolahan yang telah diterapkan pada pangan, misalnya pencucian, pemanasan,
pendinginan, pengeringan, dan lain-lain.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka
pangan secara umum dapat dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan mudah
tidaknya mengalami kerusakan, yaitu:
1. Pangan
yang mudah rusak, terutama pangan yang berasal dari hewan seperti daging sapi,
daging ayam, ikan, susu, dan telur.
2. Pangan
yang agak mudah rusak seperti sayuran dan buah-buahan, roti, dan kue-kue.
3. Pangan
yang awet, terutama pangan yang telah dikeringkan seperti biji-bijian dan
kacang-kacangan kering, gula, dan lain-lain.
Pangan yang mengalami kerusakan akan mengalami
perubahan-perubahan seperti perubahan warna, bau, rasa, tekstur, kekentalan,
dan lain-lain. Perubahan-perubahan tersebut mungkin disebabkan oleh benturan
fisik, reaksi kimia, atau aktivitas organisme seperti tikus, parasit, serangga,
mikroba, dan lain-lain. Berikut ini dijelaskan tanda-tanda kerusakan, terutama
kerusakan mikrobiologi, yang sering terjadi pada pangan.
-
Sayuran, Buah-Buahan
dan Produknya
Kerusakan sayuran dan buah-buahan sering terjadi
akibat benturan fisik, kehilangan air sehingga layu, serangan serangga, dan
serangan mikroba. Sayur-sayuran yang mudah rusak misalnya adalah kubis, tomat,
wortel, dan lain-lain. Tanda-tanda
kerusakan mikrobiologi pada sayuran dan buah-buahan antara lain adalah:
a. Busuk
air pada sayuran yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa bakteri, ditandai
dengan tekstur yang lunak (berair).
b. perubahan warna yang
disebabkan oleh pertumbuhan kapang yang membentuk spora berwarna hitam, hijau,
abu-abu, biru, ¬hijau, merah jambu, dan lain-lain.
c. Bau
alkohol, rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau bakteri asam laktat,
misalnya pada sari buah.
-
Daging dan Produk
Daging
Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi
karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung
vitamin dan mineral. Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau dan
timbulnya lendir. Biasanya kerusakan ini. terjadi jika jumlah mikroba menjadi
jutaan atau ratusan juta (106 – 108) sel atau lebih per 1 cm2 luas permukaan
daging. Kerusakan
mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk
dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Pembentukan
lendir
b. Perubahan
warna
c. Perubahan
bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa
berbau busuk seperti amonia, H2S, dan senyawa lain-lain.
d. Perubahan
rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam.
e. Ketengikan
yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging.
Pada daging yang telah dikeringkan sehingga nilai
aw-nya rendah, misalnya daging asap atau dendeng, kerusakan terutama disebabkan
oleh pertumbuhan kapang pada permukaan. Pada daging yang dikalengkan, kerusakan
dapat di.sebabkan oleh bakteri pembentuk spora yang kadang-kadang membentuk gas
sehingga kaleng menjadi kembung.
-
Ikan dan Produk Ikan
Kerusakan pada ikan dan produk-produk ikan terutama
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Tanda-tanda kerusakan yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pada ikan yang belum diolah adalah:
a. Pembentukan
lendir pada permukaan ikan.
Bau busuk karena terbentuknya
amonia, H2S dan senyawa-senyawa berbau busuk lainnya. Perubahan bau busuk
(anyir) ini lebih cepat terjadi pada ikan laut dibandingkan dengan ikan air
tawar.
b. Perubahan
warna, yaitu warna kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat.
c. Peruhahan
tekstur, yaitu daging ikan akan berkurang kekenyalannya.
d. Ketengikan
karena terjadi pemecahan dan oksidasi lemak ikan.
Pada ikan asin yang telah diolah dengan pengeringan
dan penggaraman sehingga aw ikan menjadi rendah, kerusakan disebabkan oleh
pertumbuhan kapang. Pada ikan asin dan ikan peda yang mengandung garam sangat
tinggi (sekitar 20%), kerusakan dapat disebabkan atau bakteri yang tahan garam
yang disebut bakteri halofilik
-
Susu dan Produk Susu
Susu merupakan salah bahan pangan yang sangat mudah
rusak, karena merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Tanda-tanda
kerusakan mikrobiologi pada susu adalah sebagai berikut:
a. Perubahan
rasa menjadi asam, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk asam, terutama
bakteri asam laktat dan bakteri koli.
b. Penggumpalan
susu, disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh bakteri pemecah protein.
Pemecahan protein mungkin disertai oleh terbentuknya asam atau tanpa asam.
c. Pembentukan
lendir, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk lendir.
d. Pembentukan
gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok mikroba, yaitu bakteri yang
membentuk gas H2 (Hidrogen) dan CO2 (karbon dioksida) seperti bakteri koli dan
bakteri pembentuk spora, dan bakteri yang hanya membentuk CO2 seperti bakteri
asam laktat tertentu dan kamir.
e. Ketcngikan,
disebabkan pemecahan lemak oleh bakteri tertentu.
f. Bau
busuk, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pemecah protein menjadi
senyawa-senyawa berbau busuk.
-
Telur dan Produk Telur
Telur meskipun masih utuh dapat mengalami kerusakan,
baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
Mikroba dari air, udara maupun kotoran ayam dapat masuk ke dalam telur melalui
pori-pori yang terdapat pada kulit telur. Telur yang telah dipecah akan
mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak
dibandingkan dengan telur yang masih utuh.
Tanda-tanda
kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut:
a. Perubahan
fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur,
pengenceran putih dan kuning telur.
b. Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri
pembusuk.
c. Timbulnya
bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk wama, yaitu
bintik-bintik hijau, hitam, dan merah.
d. Bulukan,
disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur.
Pencucian
telur dengan air tidak menjamin telur menjadi lebih awet, karena jika
air pencuci yang digunakan tidak bersih dan tercemar oleh bakteri, maka akan
mempercepat terjadinya kebusukan pada telur. Oleh karena itu dianjurkan untuk
mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam menggunakan air bersih yang
hangat.
-
Biji-Bijian dan
Umbi-Umbian
Kandungan utama pada biji-bijian (serealia dan
kacang-kacangan) serta umbi-umbian adalah karbohidrat, oleh karena itu
kerusakan pada biji-bijian dan umbi-umbian sering disebabkan oleh pertumbuhan
kapang yaitu bulukan. Biji-bijian dan umbi-umbian umumnya diawetkan dengan cara
pengeringan, tetapi jika proses pengeringannya kurang baik sehingga aw bahan kurang
rendah, maka sering tumbuh berbagai kapang perusak pangan.
-
Makanan Kaleng
Kerusakan makanan kaleng
dapat dibedakan atas kerusakan fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan fisik
pada umumnya tidak membahayakan konsumen, misalnya terjadinya penyok-penyok
karena benturan yang keras. Kerusakan kimia dapat berupa kerusakan zat-zat
gizi, atau penggunaan jenis wadah kaleng yang tidak sesuai untuk jenis makanan
tertentu sehingga terjadi reaksi kimia antara kaleng dengan makanan
didalarnnya. Beberapa kerusakan kimia yang sering terjadi pada makanan kaleng
misalnya kaleng menjadi kembung karena terbentuknya gas hidrogen, terbentuknya
warna hitam, pemudaran warna, atau terjadi pengaratan kaleng. Kerusakan mikrobiologi
makanan kaleng dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu: Tidak terbentuk gas
sehingga kaleng tetap terlihat normal yaitu tidak kembung. Beberapa contoh
kerusakan semacam ini adalah:
a. Busuk
asam, yang disebabkan oleh pernbentukan asam oleh beberapa bakter-i pembentuk
spora yang tergolong Bacillus.
b. Busuk
sulfida, yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk spora yang memecah
protein dan menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) sehingga makanan kaleng menjadi
busuk dan berwarna hitam karena reaksi antara sulfida dengan besi.
Penampakan kaleng yang kembung dapat dibedakan atas
beberapa jenis sebagai berikut:
a. Flipper,
yaitu kaleng terlihat nonnal, tetapi bila salah satu tutupnya ditekan dengan
jari, tutup lainnya akan menggembung.
b. Kembung
sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat normal, sedangkan
tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang kembung ditekan akan masuk ke
dalam, sedangkan tutup lainnya yang tadinya normal akan menjadi kembung.
c. Kembung
lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan masih dapat
ditekan dengan ibu jari.
d. Kembung
keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga tidak dapat ditekan
dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut dimana gas yang terbentuk sudah
sangat banyak, kaleng dapat meledak karena sambungan kaleng tidak dapat menahan
tekanan gas dari dalam.
B.
Contoh Kasus Keracunan Pangan Akibat Mikrobiologi
Kasus keracunan massal akibat minuman cincau hijau
di Kabupaten Kuningan beberapa waktu lalu diduga disebabkan oleh bakteri. Meski pemeriksaan
sampel cuwing atau minuman tradisional berbahan dasar cincau hijau tersebut
masih dilakukan, namun Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan Raji K Sarji
menduga keracunan akibat bakteri.
“Berdasarkan gejala umum yang dialami para korban
keracunan yang mengalami reaksi setelah 3 jam, kami menduga keracunan
disebabkan oleh bakteri. Jika reaksi dari makanan dirasakan kurang dari 2 jam,
keracunan biasanya diakibatkan zat kimia,” kata Raji kepada jurnalcirebon. Dia
menduga bakteri tersebut berasal dari air yang digunakan untuk mengolah cincau
tersebut. “Bisa jadi air yang digunakan merupakan air yang tercemar atau air
mentah sehingga bakterinya tidak mati,” ujar dia. Seperti diketahui,
kasus keracunan cincau menimpa warga di dua desa di Kuningan akhir pekan lalu.
Data akhir di Dinas Kesehatan jumlah kirban keracunan mencapai 101 orang.
Sementara itu, polisi masih memeriksa penjual
cuwing,Tisna (46), warga Desa Lengkong, Kecamatan Garawangi. “Kami masih
menunggu hasil pemeriksaan laboratorium sebagai dasar pemeriksaan pedagang
cincau tersebut,” kata Kasat Reskrim Polres Kuningan AKP Sobirin.
Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mengungkapkan, kasus
keracunan makanan yang menimpa sejumlah pekerja belakangan ini kebanyakan disebabkan
oleh bakteri koli dan bakteri botulimus. Bakteri ini masuk pada makanan yang
sudah busuk atau makanan yang mengandung zat pengawet.
Makan tersebut
umumnya telah kadaluarsa dan tercemar karena proses pengolahan atau memasaknya
tidak bersih. "Bakteri itu berasal dari zat makanan yang diolah tanpa
memperhatikan kebersihan," ujar Hani Heryanto, Kepala Dinas kesehatan
Kabupaten Tangerang, Selasa (27/12).
Menurut dia,
bakteri yang masuk ke dalam makanan itu tidak langsung bereaksi ketika habis
disantap. "Biasanya bereaksi beberapa jam setelah itu, tergantung kondisi
tubuh," paparnya. Hani menambahkan, bakteri koli menyerang pencernaan.
Apabila korban tidak segera mendapat pertolongan bisa menyebabkan kematian.
Cara kerja bakteri
ini, menurutnya, berbeda dengan bakteri kolera yang lebih ganas. Hani mengakui
jika kasus keracunan makanan secara massal kerap kali terjadi beberapa waktu
terakhir ini. Kebanyakan sumber keracunan berasal dari makanan yang dibuat dari
usaha katering.
Sepanjang ini,
tambah Hani, puluhan kasus keracunan makanan dengan skala kecil maupun besar.
Korbannya mencapai ribuan orang. Kasus terakhir menimpa sekitar 6.500 buruh PT
Prima Inreksa. Perusahaan sepatu merek Adidas itu berlokasi di Jalan Raya
Industri IV, Blok AG KM 8, Cikupa, Tangerang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan
industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya
mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan konsumen.
Teknologi pangan diharapkan berperan dalam perancangan produk, pengawasan bahan
baku, pengolahan, tindak pengawetan yang diperlukan, pengemasan, penyimpanan,
dan distribusi produk sampai ke konsumen. Industri pangan merupakan industri
yang mengolah hasil–hasil pertanian sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi
oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Kasus Keracunan. http://www.jurnalcirebon.com
Anonim. 2011. Kunci kemananpangan. http://www. Superindo
.co.id/hidup_sehat/info_sehat/lima_kunci_keamanan_pangan diakses pada 09 Maret 2014)
Ayub. 2011. http://www.tempo.co/read/news/2011/03/25/118322931/Darah-Ratusan-
Warga-Cina-Mengadung-Logam-Berat (diakses pada 09
Maret 2014)
Haryo. 2013. Keracunan Sukoharjo penyebab makanan http://www.solopos.com /2013/05/20/keracunan-sukoharjo-penyebab-keracunan-makanan-di-tawangsari-akibat-
ba kteri-408300 diakses pada 09
Maret 2014)
Hartoko. 2013. Keamanan pangan. http://hartoko.wordpress.com/keamanan-pangan/ diakses pada 09 Maret 2014)
Prawira. 2013. Manajemen mutu
pangan. http://yprawira.wordpress .com/
manajemen- mutu-dan-keamanan-pangan/ diakses pada 09 Maret 2014)
Sueb. 2011. Keracunan makanan http://buletinsulteng. wordpress. Com /2011/11/03/laporan-hasil-klb-keracunan-makanan-di-sdn-12-palu-kel-siranindi-kec-palu-barat-kota-palu-pebruari-2011/ diakses pada 09 Maret 2014)
Utha. 2011. Mikrobiologi Pangan. http://ilmuthp.wordpress.com/serba-serbi/3-mikrobiolog
i-pangan/ (diakses pada 09 Maret 2014)
0 komentar:
Post a Comment