c. Kelembapan
Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan yang lembap. Jika keadaan lingkungan menjadi kering, kegiatan metabolismenya terhenti. Dalam keadaan ini bakteri akan membentuk spora yang dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama.
d. Tekanan Osmosis
Sel bakteri mempunyai tekanan osmosis tertentu, sehingga menghendaki lingkungan yang tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis sel (isotonis). Jika sel bakteri berada pada lingkungan yang hipertonis (misalnya dalam larutan gula/garam yang pekat) pertumbuhannya akan terhambat karena dapat menyebabkan plasmolisis, yaitu terlepasnya membran sel dari dinding sel. Namun demikian beberapa jenis bakteri diketahui dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam atau kadar gula yang tinggi. Bakteri yang dapat hidup di lingkungan yang berkadar garam tinggi disebut bakteri halofil, misalnya Halobacterium.
e. Derajat Keasaman/pH
Setiap jenis bakteri menghendaki pH tertentu untuk dapat tumbuh optimum. Hal ini berkaitan dengan batas pH bagi kerja enzim. Derajat keasaman di luar batas nilai optimum menyebabkan kerusakan pada enzim, sehingga metabolisme sel terganggu. Beberapa jenis bakteri dapat hidup dengan baik pada pH tinggi (lingkungan bersifat basa) maupun pada pH rendah (lingkungan bersifat asam), namun kebanyakan bakteri memerlukan pH antara 6,5 – 7,5. Thiobacillus ferrooxidans dapat tumbuh dengan baik pada pH 1,3. b. Suhu
Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan yang lembap. Jika keadaan lingkungan menjadi kering, kegiatan metabolismenya terhenti. Dalam keadaan ini bakteri akan membentuk spora yang dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama.
d. Tekanan Osmosis
Sel bakteri mempunyai tekanan osmosis tertentu, sehingga menghendaki lingkungan yang tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis sel (isotonis). Jika sel bakteri berada pada lingkungan yang hipertonis (misalnya dalam larutan gula/garam yang pekat) pertumbuhannya akan terhambat karena dapat menyebabkan plasmolisis, yaitu terlepasnya membran sel dari dinding sel. Namun demikian beberapa jenis bakteri diketahui dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam atau kadar gula yang tinggi. Bakteri yang dapat hidup di lingkungan yang berkadar garam tinggi disebut bakteri halofil, misalnya Halobacterium.
e. Derajat Keasaman/pH
Setiap jenis bakteri menghendaki pH tertentu untuk dapat tumbuh optimum. Hal ini berkaitan dengan batas pH bagi kerja enzim. Derajat keasaman di luar batas nilai optimum menyebabkan kerusakan pada enzim, sehingga metabolisme sel terganggu. Beberapa jenis bakteri dapat hidup dengan baik pada pH tinggi (lingkungan bersifat basa) maupun pada pH rendah (lingkungan bersifat asam), namun kebanyakan bakteri memerlukan pH antara 6,5 – 7,5. Thiobacillus ferrooxidans dapat tumbuh dengan baik pada pH 1,3. b. Suhu
Laju pertumbuhan bergantung pada reaksi
biokimiawi dan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu. Dengan demikian pola
pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimum yang dikehendaki
bakteri untuk pertumbuhan berbeda-beda. Suhu optimum merupakan suhu yang paling
baik/sesuai untuk kehidupan suatu jenis bakteri.
Berdasarkan suhu optimumnya, bakteri
dibedakan menjadi tiga kelompok.
1) Bakteri psikrofil, dapat tumbuh pada suhu 0° – 30°C dengan suhu optimum 15°C. Contoh bakteri psikrofil adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Achromobacter, dan Alcaligenes.
2) Bakteri mesofil, dapat tumbuh pada suhu 25° – 37°C dengan suhu optimum 32°C. Umumnya bakteri jenis ini hidup di dalam alat pencernaan. Beberapa jenis bakteri bahkan dapat hidup dengan baik pada suhu sekitar 40°C. Semua jenis bakteri yang bersifat patogen pada hewan merupakan bakteri mesofil.
3) Bakteri termofil, dapat tumbuh pada daerah yang suhunya tinggi, lebih dari 40°C. Temperatur optimumnya antara 55 – 60°C. Bakteri ini dijumpai pada sumbersumber air panas, kawah gunung berapi, geiser, dan sebagainya. Contoh bakteri termofil adalah Thermus aquaticus, Sulfolobus acidocaldarius, dan Chloroflexus. http://www.biologionline.info/2013/03/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan.html
1) Bakteri psikrofil, dapat tumbuh pada suhu 0° – 30°C dengan suhu optimum 15°C. Contoh bakteri psikrofil adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Achromobacter, dan Alcaligenes.
2) Bakteri mesofil, dapat tumbuh pada suhu 25° – 37°C dengan suhu optimum 32°C. Umumnya bakteri jenis ini hidup di dalam alat pencernaan. Beberapa jenis bakteri bahkan dapat hidup dengan baik pada suhu sekitar 40°C. Semua jenis bakteri yang bersifat patogen pada hewan merupakan bakteri mesofil.
3) Bakteri termofil, dapat tumbuh pada daerah yang suhunya tinggi, lebih dari 40°C. Temperatur optimumnya antara 55 – 60°C. Bakteri ini dijumpai pada sumbersumber air panas, kawah gunung berapi, geiser, dan sebagainya. Contoh bakteri termofil adalah Thermus aquaticus, Sulfolobus acidocaldarius, dan Chloroflexus. http://www.biologionline.info/2013/03/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan.html
Filed under: Mikrobiologi
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan
tetap hidup merupakan suatu hal yang penting untuk diketahui. Pengetahuan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba sangat penting di
dalam mengendalikan mikroba. Berikut ini faktor-faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba :
a)- Suplai Nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya terkendali.
b)- Suhu / Temperatur
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara yang berlawanan :
1) Apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, maka kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan diperlambat.
2) Apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan terhenti, kompenen sel menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga sel-sel menjadi mati.
Berdasarkan hal di atas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1) Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan terhenti.
2) Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan optimum. (Disebut juga suhu inkubasi)
3) Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka pertumbuhan tidak terjadi.
Sehubungan dengan penggolongan suhu di atas, maka mikroba digolongkan menjadi :
Tabel 1 : Penggolongan bakteri menurut suhu
a)- Suplai Nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya terkendali.
b)- Suhu / Temperatur
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara yang berlawanan :
1) Apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, maka kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan diperlambat.
2) Apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan terhenti, kompenen sel menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga sel-sel menjadi mati.
Berdasarkan hal di atas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1) Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan terhenti.
2) Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan optimum. (Disebut juga suhu inkubasi)
3) Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka pertumbuhan tidak terjadi.
Sehubungan dengan penggolongan suhu di atas, maka mikroba digolongkan menjadi :
Tabel 1 : Penggolongan bakteri menurut suhu
Kelompok
|
Suhu
Minimum
|
Suhu
Optimum
|
Suhu
Maksimum
|
Psikrofil
|
- 15o C.
|
10o C.
|
20o C.
|
Psikrotrof
|
- 1o C.
|
25o C.
|
35o C.
|
Mesofil
|
5 – 10o C.
|
30 – 37o C.
|
40o C.
|
Thermofil
|
40o C.
|
45 – 55o C.
|
60 – 80o C.
|
Thermotrof
|
15o C.
|
42 – 46o C.
|
50o C.
|
Berdasarkan ketahanan panas, mikroba
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
1) Peka terhadap panas, apabila semua sel rusak apabila dipanaskan pada suhu 60oC selama 10-20 menit.
2) Tahan terhadap panas, apabila dibutuhkan suhu 100oC selama 10 menit untuk mematikan sel.
3) Thermodurik, dimana dibutuhkan suhu lebih dari 60oC selama 10-20 menit tapi kurang dari 100oC selama 10 menit untuk mematikan sel.
c)- Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph 8,0 – 8,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.
d)- Ketersediaan Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi :
1) Aerobik : hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
2) Anaerob : hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
3) Anaerob fakultatif : dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.
4) Mikroaerofilik : dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil
1) Peka terhadap panas, apabila semua sel rusak apabila dipanaskan pada suhu 60oC selama 10-20 menit.
2) Tahan terhadap panas, apabila dibutuhkan suhu 100oC selama 10 menit untuk mematikan sel.
3) Thermodurik, dimana dibutuhkan suhu lebih dari 60oC selama 10-20 menit tapi kurang dari 100oC selama 10 menit untuk mematikan sel.
c)- Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph 8,0 – 8,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.
d)- Ketersediaan Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi :
1) Aerobik : hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
2) Anaerob : hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
3) Anaerob fakultatif : dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.
4) Mikroaerofilik : dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan pada
bakteri didefinisikan sebagai pertumbuhan berat sel. Mempelajari pertumbuhan
bakteri merupakan faktor terpenting dalam mengetahui beberapa aspek fisiologi
suatu bakteri. Pertumbuhan adalah merupakan pertambahan secara teratur
semua komponen sel suatu organisme. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan
sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau perbanyakan sel
merupakan pertambahan jumlah individu. Misalnya pembelahan sel pada bakteri
akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri. Pada jasad bersel
banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan
jumlah individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan jaringan atau bertambah
besar jasadnya.
Dalam membahas
pertumbuhan mikrobia harus dibedakan antara pertumbuhan masing-masing individu
sel dan pertumbuhan kelompok sel atau pertumbuhan populasi.Pertumbuhan bakteri
dapat diukur dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Pengukuran pertumbuhan bakteri secara langsung dapat dilakukan dengan metode
total count, turbidikmetrik, berat kering, electronic counter, plating
techique, fltrasi membran. Sedangkan pengukuran pertumbuhan bakteri secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan metode viable count, aktivitas metabolik
dan berat sel kering.
Pertumbuhan
mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel per satuan
isi kultur) ataupun densitas sel. Dua parameter ini tidak selalu sama karena
berat kering sel rata-rat bervariasi pada tahap berlainan dalam pertumbuhan
kultur. Kedua parameter tersebut juga tidak bermakna sama dalam penelitian
mengenai biokimia mikroorganisme atau gizi mikroorganisme, konsentrasi sel
adalah kuantitas yang bermakna.
Berdasarkan uraian
teori singkat pada latar belakang di atas, maka penulis bermaksud memberikan
penjelasan terkait materi “Metode Pengukuran Mikroba dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dari penulisan makalah ini adalah, sebagai berikut:
1. Bagaiman metode pengukuran pada Mikroba?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pertumbuhan mikroba?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui metode pengukuran pada Mikroba
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pertumbuhan mikroba.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat
yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat meningkatkan
pengetahuan pembaca mengenai metode pengukuran mikroba dan faktor-faktor
yang berpengaruh dalam pertumbuhan mikroba, Sebagai bahan masukan dan
pembanding bagi penulis selanjutnya dengan makalah yang relevan, dan Sebagai
latihan bagi penulis dalam menyusun makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Pengukuran Mikroba
Pertumbuhan
mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel per satuan
isi kultur) ataupun destilasi sel (berat kering dari sel-sel persatuan isi
kultur). Dua parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel rata-rata
bervariasi pada tahap berlainan dalam pertumbuhan kultur, kedua parameter
tersebut juga tidak bermakna sama dalam penelitian mengenai biokimia
mikroorganisme atau gizi mikroorganisme. Densitas sel adalah kuantitas yang
lebih bermakna, sedangkan dalam penelitian mengenai inaktivitas mikroorganisme,
kosentrasi sel adalah kuantitas yang bermakna.
Analisis kuantitatif
mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan
pangan dan menghitung proses pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut.
Beberapa dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik di
dalam suatu suspensi atau bahan.
Perhitungan massa sel
secara langsung atau tidak langsung sering digunakan untuk mengukur pertumbuhan
sel selama proses fermentasi, dimana komposisi substrat atau bahan yang
difermentasi dapat diamati dan diukur dengan teliti.
Untuk menentukan massa
sel mikroba dalam suatu populasi, dilakukan dengan cara menumbuhkannya dalam
suspensi homogen pada medium yang sesuai dengan konsentrasi (jumlah sel/ ml)
dan densitasnya (mg/ml), dihitung adanya peningkatan seiring dengan waktu. Pada
kultur pertumbuhan mikroba dapat ditentukan laju pertumbuhan dan waktu
penuh.Metode penentuan massa sel dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara
langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara,yaitu :
1.
Metode Total Count
Pada metode ini sampel
ditaruh di suatu ruang hitung (seperti hemasitometer) dan jumlah sel dapat
ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993).
Jika setetes kultur
dimasukkan kedalam wadah (misalnya hemasitometer) yang diketahui volumenya,
maka jumlah sel yang dapat dihitung. Akan tetapi cara tersebut memiliki
keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup atau mati dan tidak dapat
digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang dari 102 sel/ml)
(Purwoko, 2007).
Kelemahan lainnya
ialah sulitnya menghitung sel yang berukuran sangat kecil seperti bakteri
karena kekebalan hemositometer tidak memungkinkan digunakannya lensa objektif
celup minyak. Hal ini dibatasi dengan cara mencernai sel sehingga menjadi lebih
mudah dilihat. Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang cenderung bergerombol
sehingga sukar membedakan sel-sel individu. Cara mengatasinya ialah
mencerai-beraikan gerombolan sehinggga tersebut dengan menambahkan bahan anti
gumpalan seperti dinatrium etilanadiamina tetra asetat dan tween-80sebanyak
0,1%. Keuntungan metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan
banyak peralatan (Hadioetomo, 1993).
2. Metode Turbidimetrik
Bila kita harus
memeriksa kosentrasi sel jumlah besar biakan, maka metode cawan bukanlah
pilihan yang baik karena tidak hanya memakan waktu tetapi juga memerlukan media
dan pecah-belah dalam jumlah besar. Untuk kasus demikian tersedia metode yang
lebih cepat dan praktis, yaitu pengukuran kekeruhan biakan dengan fotokilometer
(Hadioetomo, 1993).
Secara rutin jumlah
sel bakteri dapat dihitung dengan cara menghitung kekeruhan (turbiditas)
kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah sel. Prinsip dasar
metode turbidimeter adalah jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya
diserap dan sebagian cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap propisional
(sebanding lurus dengan jumlah sel bakteri). Ataupun jumlah cahaya yang
diteruskan berbanding terbalik dengan jumlah sel bakteri. Semakin banyak jumlah
sel, semakin sedikit cahaya yang diteruskan. Metode ini memiliki kelemahan
tidak dapat membedakan antara sel mati dan sel hidup (Purwoko, 2007).
3. Metode Berat Kering
Cara yang paling cepat
mengukur jumlah sel adalah metode berat kering. Metode tersebut relatif mudah
dilakukan, yaitu kultur disaringan atau disentrifugasi, kemudian bagian yang
disaring atau yang mengendap hasil sentrifugasi dikeringkan. Pada metode ini
juga tidak dapat membedakan sel yang hidup dan mati. Akan tetapi keterbatasan
itu tidak mengurangi manfaat metode tersebut dalam hal mengukur efesiensi
fermentasi, karena pertumbuhan diukur dengan satuan berat, sehingga dapat
diperhitungkan dengan parameter konsumsi substrat dan produksi senyawa yang
diinginkan (Purwoko, 2007).
4. Metode Elektronic
Counter
Pada pengukuran ini,
suspensi mikroorganisme dialirkan melalui lubang kecil (orifice) dengan bantuan
aliran listrik. Elektroda yang ditempatkan pada dua sisi orifice mengukur
tekanan listrik (ditandi dengan naiknya tekanan) pada saat bakteri melalui
orifice. Pada saat inilah sel terhitung. Keuntungan metode ini adalah hasil
bisa diperoleh dengan lebih cepat dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel
dengan ukuran besar. Kerugiannya metode ini tidak bisa digunakan untuk
menghitung bakteri karena adanya gangguan derbit, filamen, dan sebagainya,
serta tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati (Pratiwi, 2008).
5. Metode Plating
Techique
Metode ini merupakan
metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan di dasarkan pada asumsi
bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah dan memproduksi satu koloni tunggal.
Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU (colony forming unit) dengan
cara membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media padat.
Pengukuran dilakukan pada plat dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau
30-300. Keuntungan metode ini adalah sederhana, mudah dan sensitif karena
menggunakan colony counter sebagai alat hitung dapat digunakan
untuk menghitung mikroorganisme pada sampel makanan, air ataupun tanah.
Kerugiannya adalah harus digunakan media yang sesuai dan perhitungannya
yang kurang akurat karena satu koloni tidak selalu berasal dari satu individu
sel (Pratiwi, 2008).
6.
Metode filtrasi membran
Pada metode ini sampel
dialirkan pada suatu sistem filter membran dengan bantuan vaccum. Bakteri yang
terperangkap selanjutnya ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah koloni
dihitung. Keuntungan metode ini adalah dapat menghitung sel hidup dan sistem
perhitungannya langsung, sedangkan kerugiannya adalah tidak ekonomis (Pratiwi,
2008).
Metode pengukuran
pertumbuhan mikroorganisme secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
beberapa metode sebagai berikut :
1.
Metode Viable Count
Kultur
diencerkan sampai batas yang di inginkan. Kultur encer ditumbuhkan
kembali pada media, sehingga di harapkan setiap sel tumbuh menjadi 1 koloni
beberapa saat berikutnya, biasanya 4-12 jam. Akan tetapi cara ini memiliki
keterbatasan, yaitu jumlah sel terhitung biasanya lebih dari sebenarnya
(kemungkinan besar 1 koloni dapat berasal dari 2 sel) dan tidak dapat di
aplikasikan pada bakteri yang tumbuh lambat. Pada metode tersebut yang perlu
diperhatikan adalah jumlah sel bakteri harus mendekati kelipatan 10 pada setiap
pengencerannya. Jika tidak pengenceran di anggap gagal. Misalnya cawan yang
dapat dihitung jumlah selnya adalah yang mempunyai jumlah sel sekitar 2-4 untuk
sampel pengenceran (10-x ), 20-40 untuk sampel pengenceran (10(x+1))
dan 200-400 untuk sampel pengenceran (10-(x+2)) (Purwoko, 2007).
2.
Metode Aktivitas Metabolik
Metode
ini di dasarkan pada asumsi bahwa produk metabolit tertentu, misalnya asam atau
CO2, menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam media.
Misalnya pengukuran produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang di
hasilkan mikroorganisme (Pratiwi, 2008).
3.
Metode Berat Sel Kering
Metode
ini umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan fungi berfilamen. Miselium fungi
dipisahkan dari media dan dihitung sebagai berat kotor. Miselium selanjutnya
dicuci dan dikeringkan dengan alat pengering (desikator) dan ditimbang beberapa
kali hingga mencapai berat yang konstan yang dihitung sebagai berat sel kering
(Pratiwi, 2008).
Menurut Pelezar and
Chan (1986), juga menyatakan bahwa penentuan massa sel berdasar jumlah partikel
dengan menggambarkan sinar yang dilewatkan pada suspensi sel. Jumlah sinar yang
dihambat proporsional dengan massa sel yang ada, semakin banyak massa sel yang
ada dalam susupensi maka sinar yang dihamburkan akan semakin banyak. Sejumlah
sinar tersebut akan mencapai suatu alat (sejenis detector), dimana alat
tersebut akan dihubungkan dengan skala pembacaan untuk absorbansi. Semakin
banyak jumlah sinar yang tertangkap oleh detector maka nilai absorbansi yang
terbaca akan semakin besar. Intensitas cahaya yang ditransmisikan dan
diabsorbansi oleh larutan dapat ditentukan dengan hukum Lambert-Beer . Rasio
intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I0)
disebut persen transmitansi (%T). Semakin keruh suatu suspensi maka semakin
kecil %T. secara matematis hukum Lambert-Beer yaitu: A = log (I0/It)
= – log(I0/It) = – log T = abc
Dimana :
A : absorbansi
a : tetapan
absorbivitas
b : tebal laritan yang
dilalui sinar
c : konsentrasi
larutan
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Pertumbuhan Mikroba
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
faktor fisik (abiotik) dan faktor kimia (biotic). Dimana faktor fisik ini
meliputi ; temperature, pH, tekanan osmotic, dan cahaya/radiasi. Sedangkan
faktor kimianya meliputi ; karbon, oksigen, dan fakto-faktor pertumbuhan
organic, termasuk nutrisi yang terdapat dalam media pertumbuhan.
Aktivitas mikroba
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Perubahan lingkungan dapat
mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroba. Beberapa
kelompok mikroba sangat resisten terhadap perubahan faktor lingkungan. Mikroba
tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut.
Faktor lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor
biotik.
A. FAKTOR ABIOTIK
1. Suhu
a. Suhu pertumbuhan mikroba
Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu.
Kisaran suhu pertumbuhan dibagi menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu
maksimum. Suhu minimum adalah suhu terendah tetapi mikroba masih dapat hidup.
Suhu optimum adalah suhu paling baik untuk pertumbuhan mikroba. Suhu maksimum
adalah suhu tertinggi untuk kehidupan mikroba. Berdasarkan kisaran suhu
pertumbuhannya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi mikroba psikrofil
(kriofil), mesofil, dan termofil. Psikrofil adalah kelompok mikroba yang dapat
tumbuh pada suhu 0-300C dengan suhu optimum sekitar 150C. Mesofil adalah
kelompok mikroba pada umumnya, mempunyai suhu minimum 150C suhu optimum 25-370C
dan suhu maksimum 45-550C. Mikroba yang tahan hidup pada suhu tinggi
dikelompokkan dalam mikroba termofil. Mikroba ini mempunyai membran sel yang
mengandung lipida jenuh, sehinggatitik didihnya tinggi. Selain itu dapat
memproduksi protein termasuk enzim yang tidak terdenaturasi pada suhu tinggi.
Di dalam DNA-nya mengandung guanin dan sitosin dalam jumlah yang relatif besar,
sehingga molekul DNA tetap stabil pada suhu tinggi. Kelompokini mempunyai suhu
minimum 40 0C, optimum pada suhu 55-60 0C dan suhu maksimum untuk
pertumbuhannya 75 0C. Untuk mikroba yang tidak tumbuh dibawah suhu 30 0C dan
mempunyai suhu pertumbuhan optimum pada 60 0C, dikelompokkan kedalam mikroba
termofil obligat. Untuk mikroba termofil yang dapat tumbuh dibawah suhu 30
0C,dimasukkan kelompok mikroba termofil fakultatif. Bakteri yang hidup di dalam
tanah dan air, umumnya bersifat mesofil, tetapi ada juga yang dapat hidup
diatas 50 0C (termotoleran). Contoh bakteri termotoleran adalah Methylococcus
capsulatus. Contoh bakteri termofil adalah Bacillus, Clostridium,
Sulfolobus,dan bakteri pereduksi sulfat/sulfur. Bakteri yang hidup di laut
(fototrof) dan bakteri besi(Gallionella) termasuk bakteri psikrofil.
b. Suhu tinggi
Apabila mikroba dihadapkan pada suhu tinggi diatas
suhu maksimum, akanmemberikan beberapa macam reaksi. (1) Titik kematian
thermal, adalah suhu yang dapat memetikan spesies mikroba dalam waktu 10 menit
pada kondisi tertentu. (2) Waktu kematian thermal, adalah waktu yang diperlukan
untuk membunuh suatu spesies mikroba pada suatu suhu yang tetap. Faktor-faktor
yang mempengaruhi titik kematian thermal ialah waktu, suhu, kelembaban, spora,
umur mikroba, pH dan komposisi medium.
c. Suhu rendah
Apabila mikroba dihadapkan pada suhu rendah dapat
menyebabkan gangguanmetabolisme. Seakibat-akibatnya adalah (1) Cold shock ,
adalah penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri, terutama
pada bakteri muda atau pada fase logaritmik, (2) Pembekuan (freezing), adalah
rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air intraseluler, (3)
Lyofilisasi , adalah proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan vakum
secara bertingkat. Proses ini dapat digunakan untuk mengawetkan mikroba karena
air protoplasma langsung diuapkan tanpa melalui fase cair (sublimasi).
2. Kandungan air (pengeringan)
Setiap mikroba memerlukan kandungan air bebas tertentu
untuk hidupnya, biasanya diukur dengan parameter aw (water activity) atau
kelembaban relatif. Mikrobaumumnya dapat tumbuh pada aw 0,998-0,6. bakteri
umumnya memerlukan aw 0,90-0,999. Mikroba yang osmotoleran dapat hidup pada aw
terendah (0,6) misalnya khamirSaccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus dan
jamur benang lain dapat tumbuh pada aw 0,8. Bakteri umumnya memerlukan aw atau
kelembaban tinggi lebih dari 0,98, tetapi bakteri halofil hanya memerlukan aw
0,75. Mikroba yang tahan kekeringan adalah yang dapat membentuk
spora,konidia atau dapat membentuk kista.
3. Tekanan osmosis
Tekanan osmosis sebenarnya sangat erat hubungannya
dengan kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka
selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari
dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan
hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel
karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah.
Berdasarkan tekanan osmose yang diperlukan dapat dikelompokkan menjadi (1)
mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi, (2)
mikroba halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen yang
tinggi, (3) mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak
mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat
mencapai 30 %. Contoh mikroba osmofil adalah beberapa jenis khamir. Khamir
osmofil mampu tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % wt/wt
(aw = 0,94). Contoh mikroba halofil adalah bakteri yang termasuk
Archaebacterium, misalnya Halobacterium. Bakteri yang tahan pada kadar garam
tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl yang tinggi dalam selnya. Selain itu
bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi untuk stabilitas
ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple bilayer, dinding
selnya terdiri dari murein, sehingga tahanterhadap ion Natrium.
4. Ion-ion dan listrik
a. Kadar ion hidrogen (pH)
Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH 7). Beberapa
bakteri dapat hidup pada Ph tinggi (medium alkalin). Contohnya adalah bakteri
nitrat, rhizobia, actinomycetes, dan bakteri pengguna urea. Hanya beberapa
bakteri yang bersifat toleran terhadap kemasaman, misalnya Lactobacilli,
Acetobacter, dan Sarcina ventriculi. Bakteri yang bersifat asidofil misalnya
Thiobacillus. Jamur umumnya dapat hidup pada kisaran pH rendah. Apabila mikroba
ditanam pada media dengan pH 5 maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi
apabila pH media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri. Berdasarkan pH-nya
mikroba dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (a) mikroba asidofil, adalah
kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 2,0-5,0, (b) mikroba mesofil
(neutrofil), adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5-8,0, dan (c)
mikroba alkalifil, adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5.
b. Buffer
Untuk menumbuhkan mikroba pada media memerlukan pH
yang konstan, terutama padamikroba yang dapat menghasilkan asam. Misalnya
Enterobacteriaceae dan beberapaPseudomonadaceae. Oleh karenanya ke dalam medium
diberi tambahan buffer untuk menjaga agar pH nya konstan. Buffer merupakan
campuran garam mono dan dibasik, maupun senyawasenyawaorganik amfoter. Sebagai
contoh adalah buffer fosfat anorganik dapat mempertahankanpH diatas 7,2. Cara
kerja buffe adalah garam dibasik akan mengadsorbsi ion H+ dan garammonobasik
akan bereaksi dengan ion OH-.
c. Ion-ion
lain
Logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, dan Pb pada kadar
rendah dapat bersifat meracun (toksis). Logam berat mempunyai daya
oligodinamik, yaitu daya bunuh logam berat pada kadar rendah. Selain logam
berat, ada ion-ion lain yang dapat mempengaruhi kegiatan fisiologi mikroba,
yaitu ion sulfat, tartrat, klorida, nitrat, dan benzoat. Ion-ion tersebut dapat
mengurangi pertumbuhan mikroba tertentu. Oleh karena itu sering digunakan untuk
mengawetkan suatu bahan, misalnya digunakan dalam pengawetan makanan. Ada
senyawa lain yang jugamempengaruhi fisiologi mikroba, misalnya asam benzoat,
asam asetat, dan asam sorbat.
d. Listrik
Listrik dapat mengakibatkan terjadinya elektrolisis
bahan penyusun medium pertumbuhan. Selain itu arus listrik dapat menghasilkan
panas yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Sel mikroba dalam suspensi
akan mengalami elektroforesis apabila dilalui arus listrik. Arus listrik
tegangan tinggi yang melalui suatu cairan akan menyebabkan terjadinya shock
karena tekanan hidrolik listrik. Kematian mikroba akibat shock terutama
disebabkan oleh oksidasi. Adanya radikal ion dari ionisasi radiasi dan
terbentuknya ion logam dari elektroda juga
menyebabkan kematian mikroba.
e. Radiasi
Radiasi menyebabkan ionisasi molekul-molekul di dalam
protoplasma. Cahaya umumnyadapat merusak mikroba yang tidak mempunyai pigmen
fotosintesis. Cahaya mempunyai pengaruh germisida, terutama cahaya bergelombang
pendek dan bergelombang panjang. Pengaruh germisida dari sinar bergelombang
panjang disebabkan oleh panas yangditimbulkannya, misalnya sinar inframerah.
Sinar x (0,005-1,0 Ao), sinar ultra violet (4000-2950Ao), dan sinar radiasi
lain dapat membunuh mikroba. Apabila tingkat iradiasi yang diterima sel mikroba
rendah, maka dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada mikroba.
f. Tegangan muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaan
cairan tersebut menyerupai membran yang elastis. Seperti telah diketahui
protoplasma mikroba terdapat di dalam sel yang dilindungi dinding sel, maka
apabilaada perubahan tegangan muka dinding sel akan mempengaruhi pula permukaan
protoplasma. Akibat selanjutnya dapat mempengaruh pertumbuhan mikroba dan
bentuk morfologinya. Zat-zat seperti sabun, deterjen, dan zat-zat pembasah
(surfaktan) seperti Tween80 dan Triton A20 dapat mengurangi tegangan muka
cairan/larutan. Umumnya mikroba cocok pada tegangan muka yang relatif tinggi.
g. Tekanan hidrostatik
Tekanan hidrostatik mempengaruhi metabolisme dan
pertumbuhan mikroba. Umumnyatekanan 1-400 atm tidak mempengaruhi atau hanya
sedikit mempengaruhi metabolisme danpertumbuhan mikroba. Tekanan hidrostatik yang
lebih tinggi lagi dapat menghambat atau menghentikan pertumbuhan, oleh karena
tekanan hidrostatik tinggi dapat menghambat sintesis RNA, DNA, dan protein,
serta mengganggu fungsi transport membran sel maupun mengurangiaktivitas
berbagai macam enzim.Tekanan diatas 100.000 pound/inchi2 menyebabkan denaturasi
protein. Akan tetapi ada mikroba yang tahan hidup pada tekanan tinggi (mikroba
barotoleran), dan ada mikroba yang tumbuh optimal pada tekanan tinggi sampai
16.000 pound/inchi2 (barofil). Mikroba yang hidup di laut dalam umumnya adalah
barofilik atau barotoleran. Sebagai contoh adalah bakteri Spirillum.
h. Getaran
Getaran mekanik dapat merusakkan dinding sel dan
membran sel mikroba. Oleh karenaitu getaran mekanik banyak dipakai untuk
memperoleh ekstrak sel mikroba. Isi sel dapat diperoleh dengan cara menggerus
sel-sel dengan menggunakan abrasif atau dengan cara pembekuan kemudian
dicairkan berulang kali. Getaran suara 100-10.000 x/ detik juga dapat digunakan
untuk memecah sel.
B. FAKTOR BIOTIK
1. Interaksi dalam satu populasi mikroba
Interaksi antar jasad dalam satu populasi yang sama
ada dua macam, yaitu interaksipositif maupun negatif. Interaksi positif
menyebabkan meningkatnya kecepatan pertumbuhansebagai efek sampingnya.
Meningkatnya kepadatan populasi, secara teoritis meningkatkankecepatan
pertumbuhan. Interaksi positif disebut juga kooperasi. Sebagai contoh
adalahpertumbuhan satu sel mikroba menjadi koloni atau pertumbuhan pada fase
lag (fase adaptasi).Interaksi negatif menyebabkan turunnya kecepatan
pertumbuhan dengan meningkatnya kepadatan populasi. Misalnya populasi mikroba
yang ditumbuhkan dalam substrat terbatas, atauadanya produk metabolik yang
meracun. Interaksi negatif disebut juga kompetisi. Sebagai contoh jamur
Fusarium dan Verticillium pada tanah sawah, dapat menghasilkan asam lemak dan
H2Syang bersifat meracun.
2. Interaksi antar berbagai macam populasi mikroba
Apabila dua populasi yang berbeda berasosiasi, maka
akan timbul berbagai macam interaksi. Interaksi tersebut menimbulkan pengaruh
positif, negatif, ataupun tidak ada pengaruh antar populasi mikroba yang satu
dengan yang lain. Nama masing-masing interaksi adalah sebagai berikut:
a. Netralisme
Netralisme adalah hubungan antara dua populasi yang
tidak saling mempengaruhi. Hal ini dapat terjadi pada kepadatan populasi yang
sangat rendah atau secara fisik dipisahkan dalammikrohabitat, serta populasi
yang keluar dari habitat alamiahnya. Sebagai contoh interaksi antaramikroba
allocthonous (nonindigenous) dengan mikroba autochthonous (indigenous), dan
antarmikroba nonindigenous di atmosfer yang kepadatan populasinya sangat
rendah. Netralisme juga terjadi pada keadaan mikroba tidak aktif, misal dalam
keadaan kering beku, atau fase istirahat (spora, kista).
b. Komensalisme
Hubungan komensalisme antara dua populasi terjadi
apabila satu populasi diuntungkantetapi populasi lain tidak terpengaruh.
Contohnya adalah:
- Bakteri Flavobacterium brevis dapat menghasilkan
ekskresi sistein. Sistein dapatdigunakan oleh Legionella pneumophila.
- Desulfo vibrio mensuplai asetat dan H2 untuk
respirasi anaerobik Methanobacterium.
c. Sinergisme
Suatu bentuk asosiasi yang menyebabkan terjadinya
suatu kemampuan untuk dapatmelakukan perubahan kimia tertentu di dalam substrat.
Apabila asosiasi melibatkan 2 populasiatau lebih dalam keperluan nutrisi
bersama, maka disebut sintropisme. Sintropisme sangatpenting dalam peruraian
bahan organik tanah, atau proses pembersihan air secara alami.
d. Mutualisme (Simbiosis)
Mutualisme adalah asosiasi antara dua populasi mikroba
yang keduanya salingtergantung dan sama-sama mendapat keuntungan. Mutualisme
sering disebut juga simbiosis.Simbiosis bersifat sangat spesifik (khusus) dan
salah satu populasi anggota simbiosis tidak dapatdigantikan tempatnya oleh
spesies lain yang mirip. Contohnya adalah Bakteri Rhizobium sp. yanghidup pada
bintil akar tanaman kacang-kacangan. Contoh lain adalah Lichenes (Lichens),
yang
merupakan simbiosis antara algae sianobakteria dengan fungi. Algae
(phycobiont) sebagai produsen yang dapat menggunakan energi cahaya untuk
menghasilkan senyawa organik. Senyawaorganik dapat digunakan oleh fungi
(mycobiont), dan fungi memberikan bentuk perlindungan(selubung) dan transport
nutrien/mineral serta membentuk faktor tumbuh untuk algae.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan
tersebut maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Metode pengukuran mikroba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perhitungan
langsung dan tidak langsung. Perhitungan langsung meliputi metode turbidimetri,
total count, dan berat kering. Perhitungan tidak langsung yaitu viable count.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu;
a. Faktor abiotik yang terdiri dari:
1) Suhu
2) Kandungan air
3) Tekanan osmosis
4) Ion-ion dan listrik
b. Faktor biotik yang terdiri dari:
1) Interaksi dalam satu populasi mikroba
2) Interaksi diantara berbagai macam populasi mikroba, yang mencakup:
a) Netralisme
b) Komensalisme
c) Sinerginisme
d) Mutualisme
B. Saran
Saran yang dapat saya
ajukan dalam makalah ini gunakanlah makalah ini sebagai sumber bacaan untuk
menambah wawasan/pemahaman dan bisa menjadi bahan pelajaran bagi mahasiswa
mengenai Metode pengukuran mikroba dan Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba.
0 komentar:
Post a Comment