Produktivitas Ayam Ras Pedaging yang
Dipelihara
dengan System Pemeliharaan Berbeda
Awal Rezkiawan
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar, 90245
ahmadnur879@yahoo.com
Abstrak
usaha pemeliharaan
ayam pedaging dapat di lakukan dengan dua pola pemeliharaan yaitu dengan
kemitraan atau dengan mandiri. Kedua pola tersebut saling memiliki kelebihan
dan kekurangan masing. Pola mandiri bisa memperoleh keuntungan yang besar
maupun sebaliknya bisa mendatangkan
kerugian yang besar pula karena semua biaya produksi dan harga penjualan
ditentukan oleh peternak itu sendiri. Sedangkan pola mitra pengusaha hanya menyediakan kandang dan tenaga kerja
sedangkan biaya lainnya di tanggung oleh perusahaan mitra, tetapi dalam
penjualan harga telah disepakati atau ditentukan oleh perusahaan dan keuntungan
biasanya hanya diperoleh dari setengah atau seperempat harga penjualan praktikum Manajemen Ternak Unggas
dilakukan untuk mengetahui adanya dugaan perbedaan produktivitas ayam pedaging
yang dipelihara dengan sistem yang berbeda. Sebagai model percobaan, dilakukan kajian terhadap system pemeliharaan yang
dilakukan pada unit
pemeliharaan ayam pedaging laboratorium ternak unggas fakultas peternakan universitas hasanuddin.
Terdapat dua macam system
pemeliharaan yang dianalisis yaitu pola mandiri, dan pola kemitraan dengan spesifikasi teknis strain ayam, kepadatan kandang, lama
brooding, spesifikasi pakan, obat dan vaksin. kesimpulan bahwa terdapat perbedaan produktifitas ayam pedaging yang dipelihara dengan
sistem pemeliharaan yang berbeda, dimana pola kemitraan memiliki nilai yang
lebih baik pada berat badan akhir , konversi pakan, mortalitas, dan IP tetapi kurang
dalam Konsumsi Pakan dan Income Over
Feed and Chick Cost.
Kata kunci : ayam pedaging, produktifitas, pola pemeliharaan, kemitraan, mandiri
PENDAHULUAN
Ayam
broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam
yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging
ayam. Ayam broiler populer di Indonesia sejak tahun 1980-an. Hingga kini ayam
broiler telah dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya.
Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan.
Di dalam pemeliharaan broiler terdapat dua pola yang dapat digunakan yaitu
pola mandiri dan pola kemitraan. Pola mandiri merupakan sistem pemeliharaan
yang dikelola secara mandiri, dilaksanakan peternak melalui pembiayaan
sendiri baik biaya investasi (kandang dan peralatan) maupun biaya operasional
(bibit,pakan, obat dan vaksin) termasuk pemasaran ayam,
sedangkan pola kemitraan dilaksanakan kemitraan antara peternak
plasma (UMKM) dengan pengusaha besar (perusahaan Inti) yang lazim disebut Pola
Inti-Plasma. Tanggung jawab peternak Plasma adalah menyediakan kandang,
peralatan dan tenaga kerja sendiri, sedangkan tanggung jawab Inti adalah
menyediakan sapronak (bibit, pakan, obat dan vaksin) termasuk pemasaran ayam melalui
kesepakatan harga yang tertuang sebagai kontrak kerjasama Inti-Plasma di awal
usaha. Dari hasil penelitian yunus (2009), terjadi
perbedaan nyata dari pendapatan antara pola pemeliharaan secara mandiri dengan
bermitra. Hasil penelitian ini menemukan bahwa
berdasarkan uji beda t test peternak ayam ras pedaging mandiri memiliki tingkat
pendapatan rata-rata yang berbeda dibanding peternak pola kemitraan, hal ini
ditunjukkan dengan nilai R/C ratio peternak mandiri sebesar 1,26 lebih tinggi
dibanding peternak pola kemitraan yang hanya sebesar 1,06. Dalam hal ini
peternak yang berusaha secara mandiri lebih menguntungkan daripada peternak
yang menjadi anggota pola kemitraan.
Berdasarkan uraian tersebut, suatu praktikum Manajemen Ternak Unggas
dilakukan untuk mengetahui adanya dugaan perbedaan produktivitas ayam pedaging
yang dipelihara dengan sistem yang berbeda.
MATERI DAN METODE
Sebagai model percobaan, dilakukan kajian terhadap
system pemeliharaan yang dilakukan pada unit pemeliharaan ayam pedaging laboratorium ternak unggas fakultas peternakan universitas hasanuddin.
Terdapat dua macam system
pemeliharaan yang dianalisis yaitu pola mandiri, dan pola kemitraan dengan spesifikasi teknis manajemen pada tabel 1.
Parameter
produktifitas ayam pedaging yang
dianalisis antara lain: konsumsi pakan, berat badan akhir,
konversi pakan,
mortalitas, dan Income Over Feed and Chick Cost
(IOFC).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan produktifitas ayam pedaging yang
dipelihara dengan system
pemeliharaan yang berbeda dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel
2.Produktivitas ayam pedaging yang dipelihara dengan system pemeliharaan berbeda
Parameter
|
Mandiri
|
Kemitraan
|
Lama Pemeliharaan
Konsumsi Pakan (g/e)
Berat Badan Akhir (g)
Konversi Pakan
Mortalitas (%)
Income Over
Feed And Chick Cost (Rp/e)
IP (Indeks Broiler)
|
35 Hari
3100
1950
1.589
5
4900
313
|
35,13 Hari
3417
2200
1.550
3
4200
359
|
Data tabel 2. Menunjukan adanya perbedaan Produktivitas
ayam pedaging antara kemitraan dengan mandiri dari berbagai aspek. Dari parameter lama pemeliharaan
terlihat bahwa lama pemeliharaan kemitraan sedikit lebih lama daripada mandiri
yaitu 35,15 hari hal ini disebabkan karena dalam kemitraan memiliki cara
sendiri untuk menghitung waktu panennya hal ini didukung pendapat Anonim
(2011), bahwa rata-rata umur ayam
saat panen (A/U), parameter
ini menghitung rata-rata umur ayam yang dipanen. Pemanenan yang termasuk ke
dalam parameter ini ialah pemanenan ayam sehat pada bobot badan tertentu. Jadi,
ayam afkir tidak masuk ke dalam perhitungan ini. Rumus menghitung A/U ialah :
A/U = ∑(U x P)
total populasi terpanen
dengan U adalah umur ayam
dipelihara dan P adalah populasi ayam yang dipanen. Pola mandri sendiri waktu
panennya 35 hari karena secara umum waktu optimal perkembangan ayam pedaging yaitu 35 hari. Menurut Rasyid dan Sirajuddin
(2013) keungggulan yang dimiliki ayam broiler antara lain masa produksi relatif
pendek yaitu kurang lebih 32-35 hari.
Dengan adanya perbedaan lama pemeliharaan antara pola mitra dengan mandiri
maka terdapat pula perbedaan pada banyaknya pakan yang dikonsumsi. Seperti yang
diketahui, bahwa semakin lama masa pemeliharaan maka pakan yang di konsumsi
juga akan semakin banyak pula, hal ini juga berimplikasi pada Berat badan akhir
ayam yang dipelihara dimana pola kemitraan Berat Badan akhir ayamnya lebih
tinggi dibandingkan berat badan akhir ayam pola mandiri. Sehingga konsumsi
pakan pada pola kemitraan cenderung lebih banyak dibandingkan pola mandiri.
Selain lama pemeliharaan ada beberapa faktor lain yang menyebabkan tingkat konsumsi pakan berbeda yang dilihat dari perbedaan spesifikasi manajemen
pemeliharaannya dimana strain ayam yang digunanakan berbeda yaitu pada pola
mandiri menggunakan Strain Ayam Cobb CP 707 dan Pola kemitraan menggunakan
Strain Ayam Lohman MB 202 P. Adiwinarto (2005), pemeliharaan 20 - 24°C menunjukkan konsumsi perbedaan nyata (P<0,05)
antar strain, konsumsi strain Cobb (112,30a gram/hari) dan strain Lohmann
(97,23b gram/hari) sehingga pada suhu rendah strain Cobb dapat mengkonsumsi
lebih banyak dari pada strain Lohmann, tetapi PBB, bobot hidup, karkas dan FCR
secara analisis statistik tidak berbeda.
Bentuk pakan juga mempengarui tingkat konsumsi
pakan. Pada fase finisher sistem
pemeliharaan mandiri pakan yang diberikan dalam bentuk tepung/mash sedangkan
pada sistem pemeliharaan kemitraan bentuk pakan yang diberikan pada fase
finisher adalah pellet. Brickett, et al (2009), konsumsi pakan dipengaruhi oleh
kepadatan nutrisi dan bentuk pakan. Konsumsi pakan akan menurun secara linier
apabila kepadatan nutrisinya
tinggi dan akan meningkat apabila diberikan ransum berupa pellet. Sesuai dengan yang dilaporkan Runnels et al (1976) bahwa ayam yang
diberi ransum berbentuk crumble menghasilkan bobot badan kumulatif 4 minggu
yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum dalam
bentuk mash pada tingkat energi dan protein yang sama yaitu 3252 kkal/kg dan
23,21%.kandungan nutrisi pakan turut memberi andil dalam konsumsi pakan dimana
nutrisi pakan dapat mempengaruhi stress ayam, dan pada pemeliharaan kemitraan
fase finisher pakan dalam bentuk pellet yang nutrisinya sudah diatur oleh
perusahaan sedangkan pada mandiri berupa campuran konsentrat dan jagung. Menurut Nova (2005) unggas banyak
dihadapkan pada stres yang berasal dari berbagai sumber antara lain praktek
manajemen, nutrisi, dan kondisi lingkungan.
Perbedaan berat badan akhir ayam yang
dipelihara secara mitra dengan mandiri, memperlihatkan bahwa berat badan akhir
ayam kemitraan lebih tinggi dibandingkan dengan berat badan ayam mandiri, dalam
pemeliharaan ayam tersebut harus mendapat pertumbuhan yang baik untuk menunjang
bobot badan yang tinggi. Fijiana, et al (2012),
tingkat pertumbuhan yang baik akan mendapatkan bobot badan yang
tinggi sehingga semakin tinggi bobot badan semakin tinggi bobot karkas. Selain faktor lama pemeliharaan dan tingkat konsumsi pakan, kandungan
protein dalam pakan juga cukup memberi kontribusi pada berat badan akhir ayam
dimana pada fase finisher protein pakan mandiri 17-18%, sedangkan pada
kemitraan lebih tinggi 19-21%. Petrawati (2003), besarnya kandungan protein dan
lemak pakan ayam akan mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler. Menurut
hasil penelitian Yunilas dkk (2005) rataan pertambahan bobot badan berkisar
antara 257,52 – 283,66 g, protein
yang berasal dari bahan pakan mempengaruhi pertambahan bobot badan.
Tingkat konsumsi pakan dengan bobot badan yang
dihasilkan akan memperlihatkan nilai
konversi pakan. Konversi pakan biasanya dinyatakan dalam FCR yang didefinisikan, berapa jumlah kilogram pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
satu kilogram berat badan. Idealnya satu kilogram pakan dapat menghasilkan
berat badan 1 kg atau bahkan lebih (FCR ≤ 1). Pada pola mandiri dan
kemitraan sangat jelas perbedaan yang nampak dimana konversi pakan dengan pola
kemitraan lebih sedikit yang menandakan bahwa pakan yang dikonsumsi oleh ayam betul-betul terserap dengan baik oleh tubuhnya.
Menurut Anonim (2011) Nilai FCR yang sama atau lebih
kecil dibandingkan standar, menandakan terjadinya efisiensi pakan yang didukung
dengan tata laksana pemeliharaan yang baik, namun jika nilai FCR lebih besar dibandingkan standar maka
mengindikasikan terjadi pemborosan pakan sebagai akibat tidak maksimalnya
manfaat pakan terhadap pertambahan bobot badan ayam. Salah satu faktor yang
berperan penting menyebabkan hal ini ialah stres. Stres direspon oleh tubuh
dengan memobilisasi glukosa untuk diubah menjadi energi dan digunakan untuk
menekan stres itu sendiri. Akibatnya, hanya sedikit energi yang diarahkan ke
pertambahan bobot badan. Menurut Hamidi (2006) bahwa pada saat
ayam mengalami stres panas, maka ayam akan menurunkan konsumsi pakan sehingga
mengakibatkan pencapaian bobot badan akhir tidak maksimal, sehingga
mempengaruhi pencapaian terhadap bobot karkas menjadi tidak maksimal pula.
Dilihat dari mortalitasnya pada pola mandiri memiliki
mortalitas yang tinggi. Hal ini bisa di sebabkan oleh beberapa kemungkinan
yaitu karena cekaman panas akibat ruang gerak yang terbatas dan dapat
pula di sebabkan oleh konsumsi pakan yang tidak diimbangi dengan aktifitas
ternak tersebut dalam artian kebutuhan konsumsi ternak tidak sesuai dengan yang
dimakannya dan bisa pula karena serangan penyakit. Menurut Rasyaf
(2008) bahwa perbedaan pertumbuhan ini sangat tergantung pada perlakuan
peternak, pembibit, atau lembaga yang membibitkan ayam tersebut, sehingga
peternak harus memperhatikan konversi pakan dan mortalitasnya. Petrawati
(2003), tatalaksana perkandangan yang baik dapat meningkatkan produksi dan
menekan angka kematian.
Income Over Feed and Chick cost
merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya operasional ternak. Pada
pola mandiri secara otomatis harus mengeluarkan biaya operasional yang cukup
banyak sebab perusahaan itu sendiri yang akan mengelola sendiri usahanya itu
dan begitupula dengan hasil yang nantinya diperoleh akan diatur sendiri oleh
perusahannya termasuk harga. Sebaliknya pada pola kemitraan hanya mengeluarkan biaya
yang sedikit sebab peternak memiliki mitra yang siap untuk memberikan bantuan
namun konsekuensinya peternak tersebut harus mengikuti harga pasar dan hasil
yang ia peroleh nantinya akan dibagi bersama dengan mitranya. Dalam suatu usaha
peternakan, pakan memegang peranan yang sangat penting baik ditinjau dari segi
produksi maupun dari segi ekonomi. Kekurangan salah satu nutrisi dalam pakan
dapat menurunkan produksi ternak (Samadi dan Liebert, 2008). Sementara dari
segi ekonomi, lebih kurang 70% biaya produksi dihabiskan untuk memenuhi
kebutuhan pakan ternak (Widodo, 2008). Sedangkan indeks Broiler (IP) Khusus peternakan utama yang sering dipergunakan untuk
mengukur keberhasilan peternakan yaitu indeks performan (IP). Nilai IP digunakan
untuk menentukan nilai insentif/ bonus bagi peternak (bagi kemitraan) maupun
pekerja kandang. Berikut rumus indeks performan (IP) tersebut Anonim (2011):
IP = (100 - D) x BB x 100
FCR x
(A/U)
Dengan: IP= Indeks performan;D= persentase deplesi (%);BB= bobot badan rata-rata saat panen (kg); FCR
=feed conversion ratio; A/U : umur
rata-rata panen (hari). Standar IP yang baik ialah di atas 300. Oleh karena itu, semakin
tinggi nilai IP maka semakin berhasil suatu peternakan broiler tersebut.
Tabel
1. Spesifikasi Teknis Manajemen Pemeliharaan Ayam Pedaging
No.
|
Uraian
|
System pemeliharaan
|
|
Mandiri
|
kemitraan
|
||
1.
|
Strain Ayam
|
Cobb CP 707
|
Lohmann MB 202 P
|
2.
|
Kepadatan kandang
|
8 ekor/m2
|
8 ekor/m2
|
3.
|
Lama
brooding
|
10 hari
|
10 hari
|
4.
|
Spesifikas ipakan
|
||
a.
Pre starter
· Merk dagang
· Bentuk fisik
· Protein kasar (%)
· Energy metabolisme (kkal/kg)
· Lama pemberian
· Produsen
|
-
-
-
-
-
-
-
|
MS40 HG
Butiran(Crumble)
23-24
3000-3100
Umur 1-14 hari
PT. Japfa Comfeed Indonesia
|
|
b.
Starter
· Merk dagang
· Bentuk fisik
· Protein kasar (%)
· Energy metabolisme (kkal/kg)
· Lama pemberian
· Produsen
|
CP 11
Butiran (Crumble)
21-23
3000-3100
Umur 1-14 hari
PT. Charoen Phokphand Indonesia
|
MS42
Butiran (Crumble)
21-23
3000
Umur 15-21 hari
PT. Japfa Comfeed Indonesia
|
|
c.
Finisher
· Merk dagang
· Bentuk fisik
· Protein kasar (%)
· Energy metabolisme (kkal/kg)
· Lama pemberian
· Produsen
|
SBC 12 + jagung
Tepung/ mash (33% konsentrat : 67% jagung)
17-18
2800-2900
Umur 15-35 hari
PT. Charoen Phokphand Indonesia
|
MS44
Pellet
19-21
2900-3000
Umur 22-35 hari
PT. Japfa Comfeed Indonesia
|
|
5.
|
Obat dan Vaksin
|
||
a.
Vaksin
· Marek
· New Castle Disease (ND)
|
· Umur 1 hari
· Umur 4 hari
· Umur18 hari
|
·
Umur 1 hari
·
Umur 1 hari
(kill + live)
|
|
· IBD ( Gumboro)
|
· -
|
·
Umur 1 hari
|
|
b.
Obat-obatan
|
|||
· Antibiotic
1. Oxytetracycline
2. Amoxycylin + ColistinSulfat
3. Erythromycin + doxycyclin
|
Minggu I dan II
-
-
|
-
Minggu I
Minggu II
|
|
· Coccidiostat
|
Feed Aditive
|
Feed Aditive
|
|
· Pro dan Prebiotik
|
-
|
-
|
|
c.
Vitamin dan
Elektrolit
|
Minggu I dan II
|
Minggu I-V
|
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan yang
dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan produktifitas
ayam pedaging yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan yang berbeda, dimana
pola kemitraan memiliki nilai yang lebih baik pada berat badan akhir , konversi
pakan, mortalitas, dan IP tetapi kurang dalam Konsumsi Pakan dan Income Over Feed and Chick Cost.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwinarto, G. 2005. Pengaruh
Cekaman Panas Terhadap Performans Dua Strain Ayam Broiler Fase Finisher (21 –
42 Hari). ( Word to PDF Converter - Unregistered ). Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Magelang.
Anonim. 2011. Berhasil atau Tidak Pemeliharaan Broiler
Anda. http:// info. medion. co. id/ index. php/ artikel/ broiler/ tata- laksana/ berhasil- atau- atau- tidakkah- pemeliharaan- broiler- and. Diakses Pada Tanggal 13 Desember 2013.
Brickett, K. E., J. P. Dahiya., H. L. Classen and S. Gomis. 2007.
Influence of dietary nutrient density, feed form, and lighting. J. Poultry Sci 86: 2172-2181
Fijana,
M.F, E. Suprijatna, U. Atmomarsono. 2012.
Pengaruh Proporsi Pemberian
Pakan Pada Siang Malam Hari Dan Pencahayaan Pada Malam Hari Terhadap Produksi
Karkas Ayam Broiler. Animal
Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 697 – 710
Hamidi, B. 2006. Perlunya Broiler dipuasakan. Buletin CP. Edisi
April N0.76/tahun VII.
Ilham,
Rasyid, dan Sirajuddi, Sitti Nurani. 2013. Peran Pola Kemitraan Inti Plasma
Pada Peternak Usaha Ayam Broiler. Staf Pengajar Fakultas Peternakan
Universitasa Hasanuddin, Makassar.
Nova, K. 2005. Pengaruh perbedaan persentase pemberian ransum
antara siang dan malam hari terhadap performans broiler strain CP 707. J. Anim.
Prod 10 (2): 117-121
Petrawati. 2003. Pengaruh Unsur Iklim Mikro Kandang
Terhadap Jumlah konsumsi Pakan dan Bobot Badan Ayam Broiler di Dua Ketinggian
Tempat Yang Berbeda. Skripsi. Jurusan Geofisika Dan Meteorologi Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.
Rasyaf. 2008. Pengololahan Usaha Perternakan Ayam Pedaging. PT. Gramedia. Jakarta.
Runnels, T. D., G. W. Malone and S. Klopp. 1976. The
influence of feed texture onbroiler performance. Poultry Sci. 55 : 1958-1961.
Samadi dan Liebert, F., 2008. Modelling the optimal lysine to
threonine ratio in growing chickens depending on age and efficiency of dietary
amino acid utilisation. Br. Poult. Sci. 49(1):45-54.
Widodo, W., 2008. Ketahanan Pakan Unggas di Tengah Krisis Pangan.
Fakultas Peternakan-Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Yunilas, Edhy Mirwandhono, dan Olivia Sinaga. 2005. Pengaruh
Pemberian Tepung Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb) dalam Ransum terhadap
Kualitas Karkas Ayam Broiler Umur 6 Minggu. Jurnal Agribisnis peternakan Vol.
1, No. 2, agustus 2005: 62-66.
Yunus, Rita.
2009. Analisis
Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan
Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program studi Magister
Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan. Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro, Semarang.
0 komentar:
Post a Comment