Monday, November 28, 2016

Ilmu Ternak Potong

Standard


PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam dunia peternakan kita sering mendengar tentang ternak perah dan ternak potong, ternak potong umumnya dimanfaatkan untuk kebutuhan daging sedangkan ternak perah memiliki manfaat ganda selain untuk perah juga dapat dimanfaatkan dagingnya. Ternak perah adalah ternak yang menghasilkan susu melebihi kebutuhan anak-anaknya sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.
Sapi perah adalah ternak dan bibit sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelola dalam bentuk usaha peternakan sapi perah komersial dan sebagian lagi masih berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding yang terarah, walaupun dalam hal manajemen umumnya telah bergabung dalam koperasi.
Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik dalam peternakan sapi perah maka masyarakat mengolah susu yang diproduksi menjadi berbagai macam olahan susu seperti dangke, kerupuk susu, susu pasteurisasi, atau mereka menjualnya dalam bentuk susu segar. Dalam peternakan sapi perah dibutuhkan suatu analisa usaha mulai aspek hukum, aspek teknis dan produksi, aspek organisasi dan manajemen, aspek keuangan dan kelayakan usaha sehingga dapat diketahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari peternakan tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya praktikum Ilmu Ternak Perah.

B.  Rumusan Masalah
Adapun masalah yang kami temukan dalam Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah ini adalah sebagai berikut:
1.    Masih kurangnya kesadaran masayarakat Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Enrekang untuk memanfaatkan sumber daya alam dalam mengelola suatu usaha.
2.    Kurangnya dukungan pemerintah dalam memperhatikan perkembangan peternakan rakyat sapi perah di Kabupaten Enrekang.
3.    Sistem produksi untuk pemasaran hasil olahan susu sapi perah di Kabupaten Enrekang masih tradisional.
C.  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan diadakannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah adalah untuk mengetahui bentuk aspek hukum, aspek teknis dan produksi, aspek organisasi dan manajemen, aspek keuangan dan kelayakan usaha pada Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang.
Kegunaan diadakannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah yaitu agar kita dapat membandingkan antara teori yang didapatkan di perkuliahan dengan Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Bangsa – Bangsa Sapi Perah
Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus (Anonima, 2010).
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia) (Anonima, 2010).
Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Friesien Holstein (Anonima, 2010).
Adapun Bangsa-Bangsa Sapi Perah yaitu (Anonima, 2010) :
Ø Menurut Asal-Usulnya, dari daerah:
a.    Tropis : Sapi Sahiwal, Sapi Red Sindhi, Sapi Australian Milking Zebu (AMZ), dan lain-lain.
b.    Subtropis : Sapi Fries Holland (Holstein Friesian), Sapi Jersey, Sapi Guernsey, Sapi Brown Swiss, Sapi Ayrshire, Sapi Milking Shorthorn, dan lain-lain.


Ø Menurut Kemurniannya/Keasliannya, terbagi atas:
a.    Pure Bread (Bangsa Asli/Murni) : Sapi Friesian Holland (FH), Sapi Guernsey, Sapi Brown Swiss, Sapi Milking Shorthorn, dan sebagainya.
b.    Silangan : Sapi Friesian Holland Grati (FH Grati), Sapi Jersey, Sapi Ayrshire, Sapi Australian Milking Zebu (AMZ), dan sebagainya.
1.    Sapi Sahiwal
    
Gambar 1. Sapi Sahiwal
Sapi Sahiwal berasal dari India. Sapi ini merupakan tipe perah dari tropis yang terbaik didaerah asalnya. Kriteria sapi tersebut sebagai tersebut (Anonima, 2010) :
·       Potongan atau bentuk tubuh berat dan Kaki pendek.
·       Warnanya kemerahan atau coklat muda, kadang-kadang terdapat warna putih.
·       Persentase lemaknya 3,7%,
·       Bulunya sangat halus, Ambing besar dan kadang-kadang bergantung
2.    Sapi Red Sindhi
Gambar 2. Sapi Red Sindhi
Sapi ini berasal dari India. Dalam segala hal hampir sama dengan Sahiwal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil dengan kriteria sebagai berikut (Anonima, 2010)  :
·       Bobot sapi betina dewasa 300-350 kg, jantan dewasa 400-454 kg.
·       Bobot anak sapi betina baru lahir 18-20 kg, anak sapi jantan baru lahir 21-24 kg.
·       Produksi rata-rata untuk satu masa laktasi 1.662 atau berkisar 5-6 liter per hari.
·       Kadar lemaknya 4,9%.
3.    Sapi Fries Holland (Holstein Friesian)
 
Gambar 3. Sapi Fries Holland (Holstein Friesian)
Sapi Friesian Holland sering dikenal dengan nama Friesien Irgistein atau disingkat FH. Sapi ini berasal dari negara Belanda Utara. Tanda-tandanya warna belang hitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, tanduk pendek serta menjurus kedepan, dan lambat dewasa (Anonima, 2010).
Sifat sapi ini jinak dan tenang, sehingga mudah untuk dikuasai, tidak tahan terhadap panas, tetapi lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, tetapi untuk sapi jantan biasanya menunjukkan sifat nakal dan agak ganas, karena mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, bangsa sapi ini mudah ditemui diseluruh penjuru dunia (Anonima, 2010). Adapun kriteria sapi FH adalah sebagai berikut (Anonima, 2010):
·       Bobot badan Ideal sapi FH betina dewasa seitar 682 kg dan jantan dewasa sekitar 1000 kg.
·       Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih kurang 30.050 kg per laktasi.
·       Kadar lemak susu FH 3,65% dengan rata-rata 7.245 kg per laktasi di Amerika Serikat.
·       Warna lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globuli) lemaknya kecil, sehingga baik untuk konsumsi susu segar.
·       Bulu sapi FH pada umumnya bewarna hitam dan putih, namun ada juga yang bewarna merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas.
·       Bobot anak sapi FH yang baru dilahirkan mencapai 43 kg.
4.    Sapi Jersey
Gambar 4. Sapi Jersey
Bangsa Sapi ini terbentuk di Pulau Jersey yang terletak di selat Channel antara Prancis dan Inggris. Nenek moyang dari sapi Jersey adalah sapi liar Bos (Taurus) Typicus Longifrons yang kemudian dikawin silangkan dengan sapi di Paris dan Normandia (Prancis) (Anonima, 2010).

Kriteria sapi Jersey sebagai berikut (Anonima, 2010) :
·       Badan sapi Jersey  memiliki badan paling kecil diantara bangsa sapi perah lainnya.
·       Kadar lemak susunya tinggi 4,85%
·       Memiliki sifat nerveous atau gelisah dan bereaksi cepat terhadap rangsangan. dengan kata lain sapi jersey tidak begitu jinak.
Asal sapi jersey dari Inggris bagian selatan. Tanda-tandanya warna coklat muda terkadang ada yang hampir putih atau kuning dan ada yang agak merah, tetapi pada bagian-bagian tertentu terkadang ada warna putihnya, yang jantan warnanya agak lebih tua (Anonima, 2010).
Sifat-sifatnya kurang tenang dan lebih mudah terganggu oleh perubahan-perubahan disekitarnya, tetapi lebih tahan panas. Sapi ini termasuk bangsa sapi perah yang kecil tetapi bentuk badannya lebih baik dari pada sapi-sapi yang lain (Anonima, 2010).
5.    Sapi Guernsey
Gambar 5. Sapi Guernsey
Sapi Guernsey berasal dari sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus longifrons di pulau Guernsey (Inggris) terletak disebelah barat laut pulau Jersey, di selat Channel. Warnanya kuning tua dengan belang-belang putih. Warna putih tersebut umumnya terdapat pada bagian muka, sisi perut, dan keempat kakinya. Tanduknya menjurus keatas dan agak condong kedepan, dengan ukuran sedang (Anonima, 2010).
Sapi Guernsey sifatnya lebih tenang dari sapi Jersey walaupun tak setenang sapi FH. Badannya lebih besar dari pada sapi Jersey. Bentuknya menyerupai Jersey, tetapi lebih kuat dan lebih besar (Anonima, 2010).
6.    Sapi Brown Swiss
Gambar 6. Sapi Brown Swiss
Sapi ini berasal dari Switzerland, tandanya coklat abu muda atau tua. Pada umumnya coklat seperti warna tikus. Hidung bulu ekornya berwarna hitam. Ukuran badan dan tulangnya cukup besar, hampir sama dengan FH. Sifatnya jinak dan mudah dipelihara, produksi susunya dibawah sapi FH (Anonima, 2010).
Bangsa sapi Brown Swiss adalah bangsa sapi perah tertua yang berasal dari spesies sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus Longifrons yang berasal dari lereng-lereng gunung di Swiss. Kriteria sebagai berikut (Anonima, 2010) :
·      Bobot badannya terberat kedua setelah sapi FH.
·      Warna bulu cokelat dengan ragam dari cokelat terang sampai cokelat gelap.
·      Susu sapi Brown Swiss biasanya diolah menjadi keju.
·      Kadar lemak susu sapi Brown Swiss rendah.
·      Produksi susu rata-rata 5.939 per laktasi.

7.    Sapi Ayrshire
Gambar 7. Sapi Brown Swiss
Sapi ini berasal dari Scotlandia selatan, warnanya belang merah atau belang merah atau belang coklat dan putih, tanduknya agak panjang dan menjurus keatas, sedikit lurus dengan kepala, sifatnya agak tenang. Badannya lebih besar dari sapi Jersey, tetapi lebih kecil dari sapi FH. Sapi in pandai merumput di padang rumput yang tidak terlalu besar (Anonima, 2010).
8.    Sapi Milking Shorthorn
Gambar 8. Sapi Milking Shorthorn
Sapi Milking Shorthorn termasuk bangsa sapi tertua yang terbentuk di Inggris bagian timur laut di lembah Sungai Thames. Nenek moyang sapi ini adalah bos (Taurus) Typicus Premigenius. Awal mulanya sapi ini dikenal  sebagai bangsa sapi tipe dwiguna (perah dan pedaging). Pada tahun 1969 peternak pembibit di Amerika Serikat menggunakan bangsa sapi ini hanya sebagai sapi perah.  Keriteria sapi ini sebagai berikut (Anonima, 2010):
·       Warna bervariasi dari hampir putih sampai merah semua, dan ada yang bewarna campuran merah dan putih.
·       Bobot badan ideal jantan 955 kg. B
·       erat pada saat lahir 34 kg
·       Kadar lemak susunya 3,65%.
·       Produksi susunya 5.126 kg per laktasi.
9.    Sapi Guernsey
Gambar 9. Sapi Guernsey
Sapi Guernsey berasal dari sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus longifrons di pulau Guernsey. terletak disebelah barat laut pulau Jersey, di selat Channel. Kriteria sapi Guernsey (Anonima, 2010) :
·      Bentuk badan agak kasar dibandingkan sapi Jersey
·      Warna bulu cokelat bercak putih dan bangsanya bersifat agak jinak
·      Susu sapi Guernsey biasanya diolah menjadi mentega.
10.    Sapi Ayrshire
 
Gambar 10. Sapi Ayrshire
Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di bagian barat daya Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput relatif tidak banyak tersedia. Dengan demikian maka ternak terseleksi secara alamiah akan ketahanan serta kesanggupannya untuk merumput (Blakely, 1994).
Bangsa sapi Ayrshire terbentuk di Ayr yang terletak di barat daya Skotlandia. Nenek moyang sapi Ayrshire adalah Bos (Taurus) Typicus Primigenius dan Bos (Taurus) Typicus Longifrons (Anonima, 2010).
Warna sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahagoni dan warna merahnya amat terang atau hampir hitam. Sifat sapi Ayrshire sangat aktif, kurang tenang, peka dengan keadaan di sekitarnya dan cerdik. Sapi Ayrshire cakap merumput karena stamina yang kuat dan keaktifannya (Soetarno, 2003).
Sapi ayrshire memiliki kisaran berat badan untuk yang betina mencapai 1250 pound dan yang jantan mencapai 2300 pound (Prihadi, 1997).
Kriteria sapi Ayrshire adalah sebagai berikut (Anonima, 2010) :
·      Badan sapi Aryshire lebih besar dari sapi Guernsey dan Jersey.
·      warna bulu bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahoni dan putih.
·      Bobot badan betina 545 kg, jantan 841 kg dan bobot saat lahir 34 kg.










B.  Potensi Sumber Daya Alam dan Manusia
Keberhasilan usaha ternak sapi perah tergantung dari faktor sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Di samping itu juga, pengembangan usaha sapi perah dan peningkatan produksi susu memerlukan dorongan baik dari pihak pemerintah ataupun swasta seperti industri-industri persusuan dan sarana-sarana lain yang diperlukan dan prospek atau masa depan pengembangan usaha ternak sapi perah (Nurani, 2011).
Salah satu komoditas peternakan yang dikembangkan dengan prinsip keterkaitan antara daerah yaitu sapi perah yang diusahakan dalam skala peternakan rakyat dengan pola pengusahaan yang masih sebagai sambilan di kabupaten Enrekang dimana saat ini populasi sapi perah telah mencapai 900 ekor yang bertujuan mengembangkan produksi susu untuk mendukung kegiatan pengolahan dangke yang merupakan makanan khas Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Enrekang. Disamping nilai gizi yang tinggi, produk olahan susu ini disukai oleh masyarakat kabupaten Enrekang karena penduduk Enrekang tidak terbiasa mengkonsumsi susu segar. Sejak tahun 2001 pemerintah Sulawesi Selatan mencoba mengembangkan sapi perah di kabupaten Sinjai melalui bantuan ternak dari Direktorat Jenderal Peternakan dengan jumlah peternak yang semakin meningkat dimana pada tahun 2004 berjumlah 40 orang dan tahun 2007 berjumlah 168 orang dengan kepemilikan sapi perah 330 ekor dan produksi susu berfluktuasi sekitar 350 liter perhari, sasaran utama produksi adalah produk susu pasteurisasi untuk konsumsi masyarakat sampai ke Kota Makassar (Dinas Peternakan Sul-Sel, 2007). Variasi produksi yang tinggi dan penurunan ini sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan petani terutama yang berasal dari konsentrat. Petani yang tidak mampu membeli konsentrat mempunyai produksi susu yang rendah, demikian pula dengan penggantian komposisi dan peningkatan komponen lokal bahan  pakan menyebabkan penurunan produksi. Dengan demikian petani sangat mengharapkan adanya pembinaan menyangkut perbaikan pakan tersebut (Nurani, 2011).
Adanya permasalahan-permasalahan yang dihadapi peternak merupakan faktor kurangnya kesadaran dalam memanfaatkan sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang ada,  maka itu perlu dilakukan usaha – usaha berikut (Nurani, 2011) :
1.    Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para peternak. Daya saing susu yang dihasilkan peternak hanya dapat ditingkatkan apabila produktivitas dan kualitas tersebut ditingkatkan. Untuk itu, penelitian dan pengembangan khususnya mengenai teknis dan manajemen produksi perlu ditingkatkan.
2.    Perlu dibentuk wadah kemitraan
Sistem peternakan kontrak (contract farming) merupakan satu mekanisme kelembagaan yang memperkuat posisi tawar menawar peternak dengan cara mengkaitkannya secara langsung ataupun tidak langsung dengan badan usaha yang secara ekonomi relatif lebih kuat. Melalui kontrak, peternak kecil dapat beralih dari usaha tradisional/subsistem ke produksi yang bernilai tinggi dan berorientasi ekspor. Hal ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan peternak kecil yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai efek berlipat ganda bagi perekonomian di perdesaan maupun perekonomian dalam skala yang lebih luas. Contract farming dapat juga dimaknai sebagai sistem produksi dan pemasaran berskala menengah, dimana terjadi pembagian beban resiko produksi dan pemasaran berskala menengah dimana terjadi pembagian beban resiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan peternak kecil, kesemuanya ini dilakukan dengan tujuan mengurangi biaya transaksi dan kerjasama antar peternak dan peternak dengan pihak kedua dapat terjalin secara baik bila terdapat saling ketergantungan yang saling menguntungkan.
3.    Koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar antara lain pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yogurt, keju dan sebagainya. Hal ini disertai dengan program promosi secara luas kepada masyarakat terutama anak-anak tentang manfaat mengkonsumsi susu segar dan produk-produk olahannya. Pendirian pabrik pengolahan susu yang dimiliki koperasi juga perlu didorong. Langkah ini diperlukan untuk mengantisipasi makin menguat dan relatif stabilnya nilai kurs rupiah terhadap US dolar yang dapat mengakibatkan industri pengolahan susu kembali mengimpor sebagian besar bahan baku susunya dari luar negeri.
4.    Pemerintah Pusat maupun Daerah seyogyanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah khususnya dan pengembangan agribisnis berbasis peternakan umumnya. Ini antara lain dapat dilakukan dengan menghapuskan retribusi yang menyebabkan ongkos produksi bertambah mahal, menghapuskan pajak pertambahan nilai bila pengolahan masih dilakukan oleh peternak serta pemberlakuan tarif bea masuk terhadap susu impor untuk melindungi produksi dalam negeri.
Salah satu kunci keberhasilan pengembangan sapi perah yaitu melakukan penguatan kelembagaan antara lain dengan peternakan kontrak yang bertujuan adanya (a) hubungan yang saling menguntungkan antara peternak dengan perusahaan agribisnis,(b) memberikan insentif kepada peternak untuk meningkatkan produknya dengan memperbaiki grades dan standar,(c) memperbaiki sarana dan iklim investasi untuk bidang peternakan sapi perah, dan (d) pemerintah menyediakan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan, listrik, telekomunikasi, pasar dan penegakan hukum dalam perjanjianperjanjian usaha sehingga penggunaan/alokasi sumberdaya pada usaha sapi perah tercipta secara efisien, merata dan berkelanjutan (sustainable). Untuk melakukan penguatan kelembagaan pada usaha sapi perah diperlukan kerjasama antara peternak,
perusahaan dan Pemerintah Daerah serta Pemerintah Pusat (Nurani, 2011).
C.  Analisis Usaha
1. Aspek Umum dan Hukum
Ø  Latar Belakang Usaha
Berusaha di bidang ternak perah harus mempunyai pengetahuan studi kelayakan usaha untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Untung rugi usaha ternak sapi perah akan mudah diketahui apabila biaya pokok untuk menghasilkan per liter air susu dapat dihitung secara tepat (AAK, 1995).
Ø  Maksud dan Tujuan
Maksud studi kelayakan usaha peternakan sapi perah yaitu untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah pada tingkat perusahaan khususnya pada aspek finansialnya (Priyono, 2009).
Adapun tujuan studi kelayakan usaha peternakan sapi perah yaitu dapat memberikan pengetahuan tentang cara-cara mengetahui tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah terutama pada aspek financial (Priyono, 2009).
Ø  UU / Peraturan Pemerintah Pusat dan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102) (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007).
2. Aspek Ekonomi dan Pemasaran
Ø  Kondisi Ekonomi
Menurut Ditjennak, Peningkatan konsumsi susu nasional tidak diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional. Dimana konsumsi susu masyarakat Indonesia terus meningkat dari 883.758 ton pada tahun 2001 menjadi 1.758.243 ton pada tahun 2007 atau terjadi peningkatan sebesar 98.9% selama kurun waktu 6 tahun dan diprediksikan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Produksi susu yang tidak berkembang tersebut dapat kita lihat dari jumlah populasi sapi yang relatif tetap (stagnant), bahkan produksi dan produktivitas susu menunjukkan trend yang menurun dari tahun ke tahun akibat terbatasnya kemampuan produksi susu nasional. Oleh karena itu, pemerintah melakukan impor susu dari beberapa negara pengekspor susu antara lain Australia, Perancis dan Selandia Baru (Pradana, 2009).
Ø  Perkembangan Sapi Perah di Indonesia
Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari) (Priyono, 2009).
Seiring dengan perkembangan waktu, perkembangan agribisnis persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu Tahap I (periode sebelum tahun 1980) disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II (periode 1980-1997) disebut periode peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (periode 1997-sampai sekarang) disebut periode stagnasi. Stagnasi tersebut menyebabkan sampai saat ini Indonesia belum mampu untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Hal ini terjadi akibat banyaknya kendala dalam melakukan pengembangan usaha ternak sapi perah seperti keterbatasan modal, tingginya harga pakan konsentrat, keterbatasan sumber daya dan juga lahan untuk penyediaan hijauan, minimnya rantai pemasaran susu. Hal lain yang menjadi kelemahan dalam usaha ternak sapi perah adalah terbatasnya teknologi pengolahan kotoran hewan ternak saat ini yang menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar area peternakan sapi perah seperti air sungai, selokan dan sebagainya (Pradana, 2009).
Ø  Strategi Pemasaran
Sektor industri peternakan sapi perah dapat menyerap cukup banyak lapangan pekerjaan sekaligus mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu, pemerintah diminta untuk lebih mendorong pemberdayaan industri hilir (up-stream) atau pengolahan yang yang berbasis pada sumber daya lokal khususnya agribisnis persusuan karena jika difasilitasi dengan baik, maka kita dapat memenuhi permintaan susu dalam negeri secara maksimal tanpa harus bergantung dengan produk susu impor yang harganya terkadang lebih murah dari harga susu nasional (Pradana, 2009).
3. Aspek Finansial (Keuangan)
Ø  Investasi
Besarnya pengeluaran tetap sangat bergantung dari besarnya modal yang diinvestasikan untuk pembelian tanah, pembuatan kandang, peralatan dan bibit. Untuk memperhitungkan ongkos tetap sebagai biaya produksi, peternak harus mengetahui nilai depresiasi bangunan kandang / peralatan dan bibit serta pengeluaran lain. Nilai depresiasi tersebut dapat dicari dengan cara membagi jumlah seluruh investasi dengan jumlah daya pemakaiannya (AAK, 1995).
Ø  Biaya Produksi
Biaya produksi dikelompokkan menjadi biaya tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya-biaya yang tidak terpengaruh dengan volume produksi. Biaya variable merupakan biaya yang berubah-ubah sesuai dengan volume produksi (Priyono, 2009).
Perkiraan Pemasukan
Hasil produksi susu diperkirakan 10 liter per hari. Apabila biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan susu per liter adalah Rp. 5.000,- per hari maka biaya yang dikeluarkan adalah sekitar Rp. 50.000,- per hari. Jika harga susu per liter adalah Rp. 10.000,- maka perkiraan pemasukan sekitar Rp. 100.000,-. Jadi, perkiraaan pemasukan adalah Rp. 100.000 – Rp. 50.000 = Rp. 50.000 x 30 hari = Rp. 1.500.000 (Priyono, 2009).
Ø  Parameter Finansial
v  Payback Record
Payback record merupakan suatu kondisi dimana diperoleh kalkulasi yang menguntungkan atau sudah diperoleh pengembalian investasi (Priyono, 2009).
v  Break Even Point (BEP)
BEP (Break Even Point) merupakan suatu kondisi dimana diperoleh kalkulasi yang impas usaha agroindustri susu pada posisi tidak rugi dan tidak untung. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan satuan harga dan jumlah produk (Priyono, 2009).
4. Aspek Lingkungan dan Sosial Budaya
Ø  Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Dalam pembangunan kandang harus menyediakan bangunan kandang yang dapat mengamankan sapi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Disamping itu, pembangunan peternakan sapi perah sebaiknya tidak mencemari lingkungan sekitar rumah penduduk (Pradana, 2009).
Ø  Dampak Usaha Peternakan Sapi Perah Terhadap Lingkungan Sekitar
Menurut Pradana (2009), hal lain yang menjadi kelemahan dalam usaha ternak sapi perah adalah terbatasnya teknologi pengolahan kotoran hewan ternak saat ini yang menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar area peternakan sapi perah seperti air sungai, selokan dan sebagainya. Oleh karena itu, usaha peternakan sapi perah sebaiknya tidak mencemari lingkungan sekitar rumah penduduk .
D.  Kualitas Susu
Susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, dimana susu merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran. Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang mamalia. Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu.Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) susu segar No. 01-3141-1998 dijelaskan bahwa susu segar adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses penanganan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu (Dwi, 2011).
Dalam Undang-Undang Pangan Tahun 1996 dijelaskan bahwa standar mutu pangan adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dilakukan tentang mutu pangan, misalnya, dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta aspek lain yang terkait. Pengawasan kualitas susu merupakan suatu faktor penting dalam rangka penyediaan susu sehat bagi konsumen dan hal ini sangat diperlukan untuk lebih memberi jaminan kepada masyarakat bahwa susu yang dibeli telah memenuhi standar kualitas tertentu (Dwi, 2011).
Susu segar memerlukan penanganan yang cukup kompleks agar dihasilkan susu yang berkualitas baik sehingga dampak negatif yang ditimbulkan sangat kecil. Susu dapat membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan manusia apabila terjadi kerusakan pada susu tersebut. Menurunnya mutu atau kerusakan air susu bisa saja disebabkan karena tercemarnya susu oleh mikroorganisme atau benda asing lain seperti penambahan komponen lain yang berlebihan (gula, lemak nabati, pati, dll).sifat fisik susu meliputi warna, bau dan rasa, berat jenis, titik didih, titik beku dankekentalannya. Warna susu berkisar antara putih kebiruan hingga kuning keemasan akibat penyebaran butiran koloid lemak, kalsium kaisenat serta bahan utama pemberi warna kekuninganyaitu karoten dan riboflavin (Vit. B2). Aroma susu bersifat khas dan mudah hilang apabila terjadikontak dengan udara. Cita rasa asli susu hampir tidak dapat dideskripsikan tetapi secara umum agak manis dan agak asin. Rasa manis ini berasal dari laktosa sedangkan rasa asin berasal dariklorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya susu mempunyai sifat-sifat atau karakteristik yang terkandung didalamnya (Dwi, 2011).
Pemeriksaan kulitas susu dapat dilakukan sebagai berikut (Dwi, 2011).:
1.    Uji Reduktase dengan Methylen Blue
Bertujuan menentukan adanya kuman-kuman di dalam susu dalam waktu cepat. Kualitas susu salah satunya dilihat dari kualitas mikrobiologisnya. Susu merupakan media pertumbuhan yang tepat untuk organisme perusak yang umum. Perubahan yang tidak dikehendaki dalam susu dipengaruhi oleh pertumbuhan mikroba dan metabolismenya. Susu rusak diakibatkan oleh mikrorganisme yang dapat merombak senyawa di dalam susu. Misalnya bakteri asam laktat yang merombak laktosa dalam susu menjadi asam laktat sehingga susu menjadi basi.
2.    Uji Warna,Bau,Rasa dan Kekentalan
Bertujuan mengetahui kelainan-kelainan pada susu secara organoleptik (menggunakan panca indera). Adanya perubahan warna, bau, dan konsistensi pada susu dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a.       Warna susu yang baik adalah putih kekuning-kuningan. Warna putih karena adanya penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat (dispersi koloid yang tidak tembus cahaya) sedangkan warna kekuning-kuningan pada susu adalah adanya karoten(berasal dari pakan yang diberikan) dan riboflavin. Sedangkan jika terjadi perubahan warna pada susu seperti kebiruan karena adanya penambahan air atau pengurangan lemak. Warna kemerahan pada susu terjadi karena susu mengandung darah dari sapi penderita mastitis. Variasi warna ini terjadi karena faktor keturunan disamping juga karena faktor pakan yang diberikan. 
b.      Bau. Lemak susu sangat mudah menyerap bau dari sekitarnya, seperti bau hewan asal susu perah. Susu memiliki bau yang aromatis, hal ini disebabkan adanya perombakan protein menjadi asam-asam amino. Bau susu akan lebih nyata jika susu dibiarkan beberapa jam terutama pada suhu kamar. Kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan klorida rendah diduga menyebabkan susu berbau seperti garam.
c.       Rasa, Pahit bila terkontaminasi kuman pembentuk peptone,rasa lobak bila terkontaminasi bakteri E.coli,rasa sabun bila terkontaminasi bakteri Bacillus Lactis Saponei,rasa tengik karena kuman asam mentega,serta hanyir atau amis oleh kuman-kuman lainnya.
d.      Kekentalan (viskositas). Susu akan berlendir bila terkontaminasi oleh kuman-kuman cocci dari air,sisa makanan atau dari alat-alat susu.
e.       Uji Konsistensi. Susu yang sehat memiliki konsistensi baik, hal ini terlihat tidak adanya butiran-butiran pada dinding tabung setelah tabung digoyang, susu yang baik akan membasahi dinding tabung dengan tidak akan memperlihatkan bekas berupa lendir atau butiran-butiran yang lama menghilang. Susu yang konsistensinya tidak normal (berlendir) disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam, biasanya mikroba kokus yang berasal dari air, sisa makanan atau alat-alat susu.
3.    Uji Didih
Bertujuan untuk memeriksa dengan cepat derajat keasaman susu.Kestabilan kasein susu berkurang bila susu menjadi asam sehingga akan menggumpal bila susu dididihkan.Percobaan ini mulai positif pada derajat asam 9-100 SH,kecuali susu asam kolostrum,dan perubahan fisiologis sapi dapat menyebabkan susu pecah pada uji didih ini. Pembentukan asam dalam susu diistilahkan dengan kata “masam” dan rasa masam susu disebabkan karena adanya asam laktat. Pengasaman susu ini disebabkan oleh aktivitas bakteri yang memecah laktosa membentuk asam laktat. Persentase asam dalam susu dapat digunakan sebagai indikator umur dan penanganan susu. Asiditas susu dapat dinyatakan dengan dua cara yaitu cara asam tertitrasi dan pH. Penetapan asiditas susu segar dengan titrasi alkali sebenarnya tidak menggambarkan jumlah asam laktat karena susu segar tidak mengandung asam laktat. Didalam susu terdapat komponen-komponen yang bersifat asam yang dapat bereaksi dengan alkali, misalnya fosfat, casein dan alnumin, karbondioksida dan sitrat. Persyaratan yang ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998 untuk derajat asam adalah 6-7 0SH.
4.    Uji Alkohol
Bertujuan memeriksa dengan cepat derajat keasaman susu. Kestabilan sifat koloidal protein-protein susu tergantung pada selubung air yang menyelubunginya.Bila alcohol,yang mempunyai sifat dehidrasi dicampurkan dengan susu maka protein akan dikoagulasikan sehingga akan tampak kepecahan pada susu tersebut.Semakin tinggi derajat asam susu semakin berkurang jumlah alcohol, dengan kepekatan yang dibutuhkan (70%),memecahkan susu yang sama banyaknya.Percobaan ini mulai positif pada derajat asam 9-100 SH.Kecuali susu asam kolostrum,dan perubahan fisiologis pada sapi dapat menyebabkan susu pecah pada uji alcohol ini.
5.    Uji Kebersihan atau Sedimentasi
Untuk mengetahui kebersihan penanganan susu ditempat produksinya.Pada uji kebersihan susu tampak bersih dan putih,tidak ada kotoran serta benda-benda asing yang terlihat dalam susu. Hal ini menunjukkan dalam penanganannya susu tersebut bebas dari kontaminasi debu kotoran,alat/perkakas dalam keadaan steril dan pekerja yang higienis.Kotoran yang tersangkut pada saringan dapat berupa bulu sapi rumput sisa makanan,bagian tinja,dll.Hasil positif(kotoran yang tersaring banyak) menunjukkan bahwa peternakan kurang baik kebersihannyakarena kebersihan susu juga sangat tergantung bpada kondisi kandang sapi perah juga kebersihan sapi sebelum pemerahan dilakukan.
6.    Pemeriksaan Susunan Susu
Ø Penetapan Berat Jenis (BJ)
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat jenis susu. Berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dengan berat air pada suhu dan volume yang sama. Berdasarkan batasan ini, maka berat Jenis tidak ada satuannya. Berat jenis susu rata-ratanya adalah 1,032. Berat jenis susu dipengaruhi oleh padatan total dan padatan tanpa lemak. Kadar padatan total susu akan diketahui jika diketahui berat jenis dan dan kadar lemaknya.  Berat jenis susu biasanya ditentukan dengan menggunakan lactometer. Lactometer adalah hydrometer dimana skalanya sudah disesuaikan dengan berat jenis susu. Prinsip kerja alat ini mengikuti hokum Archimedes yaitu jika suatu benda dicelupkan ke dalam cairan maka benda tersebut akan mendapatkan tekanan ke atas sesuai dengan berat volume cairan yang dipindahkan atau diisi. Jika lactometer dicelupkan ke dalam susu yang rendah berat jenisnya maka lactometer akan tenggelam lebih dalam dibandingkan jika lactometer tersebut dicelupkan dalam susu yang berat jenisnya tinggi. Laktodensimeter dimasukkan kedalam gelas ukur, diputar-putar sepanjang dinding gelas ukur agar suhunya merata, dan dicatat berat jenis dan suhu dari susu tersebut. Berat jenis susu yang dipersyaratkan dalam SNI 01-3141-1998 adalah minimal 1,0280 sehingga dapat diketahui bahwa susu tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998. BJ yang lebih kecil disebabkan oleh perubahan kondisi lemak dan adanya gas yang timbul didalam air susu. Selain itu juga disebabkan oleh karena susu umurnya sudah lama dan disimpan dalam freezer dalam keadaan terbuka sehingga uap air masuk ke dalam susu. Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ air susu umumnya 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah.
Ø Uji Kadar Lemak
Lemak merupakan sumber utama dalam susu. Baik manusia maupun sapi menyediakan sekitar 50 % energi sebagai lemak. Pada umumnya komposisi susu sapi terdiri atas air dan bahan kering. Lemak termasuk ke dalam jenis bahan kering susu. Lemak susu merupakan komponen yang penting seperti halnya protein. Lemak dapat memberikan energi yang lebih besar daripada protein maupun karbohidrat. Di samping itu, di dalam susu, lemak terdapat globula atau emulsi, yaitu bulatan-bulatan minyak atau lemak berukuran kecil didalam serum.R uang lingkup dari pemeriksaan kadar lemak yaitu menetapkan metode pemeriksaan rutin untuk penentuan kadar lemak susu, misalnya susu yang dihomogenisasi dengan metode Gerber. Pereaksi yang digunakan dalam penentuan kadar lemak dengan metode Gerber yaitu asam sulfat 91-92 % dengan kenampakan tidak berwarna atau lebih terang serta amil alkohol yang berwarna jernih. Pakan yang diberikan pada sapi perah berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kandungan lemak dalam susu dan berhubungan dengan tinggi rendahnya produksi susu yang dihasilkan. Pemberian pakan pada sapi perah dapat berpengaruh meningkatkan produksi susu dan persentase kandungan lemak dalam susu. Kekurangan pakan pada sapi perah dari semestinya, akan menurunkan produksi susu. Prinsip kerja dari butirometer pada dasarnya yaitu butir-butir lemak kecil menggumpal menjadi butir-butir besar, dan hal ini dipercepat oleh amil alkohol dan pemanasan suhu 65° C. Lemak cair ini mengapung di atas campuran asam belerang, plasma susu dan amil alkohol. Pemusingan mempercepat atau mempermudah penggumpalan lemak di dalam butirometer yang mempunyai skala. Angka yang dapat dibaca dalam skala butirometer yaitu jumlah gram lemak per 100 gram air susu. Warna coklat susu didalam butirometer disebabkan oleh perubahan laktosa menjadi karamel. Perkembangan teknologi diharapkan mampu menghasilkan pengujian lemak susu yang lebih cepat sehingga memberikan jaminan proses pengendalian mutu yang efisien bagi perusahaan atau industri pengolahan susu.
7.    Uji Pemalsuan dan Pengawetan Susu
Pemalsuan yang sering dilakukan dengan cara menambah air,mengurangu krim,menambah air dan skim milk,menambah air kelapa,air santan,air beras/air tajin,dan menambah susu masak /susu kaleng. Perubahan susunan susu akibat pemalsuan dengan:
Ø Pemalsuan dengan air Beras/air Tajin
Pemalsuan cara ini sering dilakukan karena murah dan bahannya menyerupai susu.Pemalsuan ini dapat dibuktikan secara kimiawi atau mikroskop. Di dalam tabung reaksi dicampur 10 cc susu dengan 0,5 cc larutan acetic acid glacial, kemudian dipanaskan dan disaring dengan kertas saring. Teteskan 4 tetes larutan Lugol dalam filtrat.
- Reaksi negatif, kalau warna cairan tetap kuning
- Reaksi dubius, kalau warna cairan menjadi hijau
- Reaksi positif, kalau warna cairan menjadi biru
Dalam sediaan natif susu atau sedimennya dapat dilihat butir-butir kristal amylumnya.
Ø Pengujian adanya bahan pengawet formalin
Tabung reaksi berisi 10 ml susu dibubuhi 1 tetes larutan KMnO4 1 N.Larutan susu yang putih akan menjadi pink.Lama waktu hilangnya warna pink (warna merah jambu seulas) dari tetesan larutan Kalium permanganat kedalam tabung reaksi berisi sample susu segar menjadi indikator kemungkinan kandungan formalin didalam susu tersebut.Jika 1 jam tidak ada perubahan warna (warna pink stabil) berarti susu
tidak mengandung formalin (atau lebih tepat dikatakan tidak menggunakan formalin sebagai pengawet), dan dilanjutkan dengan rangkaian uji lainnya sebelum dinyatakan dapat diterima sebagai bahan baku.Jika warna pink larutan kalium permanganat tersebut segera pudar/ hilang menjadi tak berwarna, berarti ada kemungkinan dalam sample susu terkandung formalin yang bersifat bereaksi menghilangkan warna (mereduksi) kalium permanganat.Menurut SNI-01-3141-1998.
Pengujian adanya formalin dalam susu juga dapat dilakukan dengan larutan Asam Klorida (HCL) mengandung besi yang kemudian dicampur dengan sampel susu kedalam tabung reaksi kemudian di panaskan,biarkan mendidih selama 1 menit,kemudian amati perubahan warna yang terjadi,Hasil uji dinyatakan positif mengandung formalin apabila terbentuknya warna ungu pada sampel susu tersebut.
susu segar adalah cairan yang diperoleh dengan memerah sapisehat dengan cara yang benar, sehat dan bersih, tanpa mengurangi, menambah sesuatu komponennya.
Adapun kriteria kulitas susu segar yang baik adalah sebagu berikut (Dwi, 2011) :
1.      Berat Jenis (pada suhu 27,5°C) minimum 1,0280 gr/cm.
2.      Kadar lemak minimum 3,0 %, b/b3..
3.      Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0 %, b/b.
4.      .Kadar protein minimum 2,7 %, b/b.
5.      Warna, bau, rasa dan kekentalan tidak ada perubahan.
6.      Derajat asam 6 - 7°SH.
7.      Uji alkohol (70 %) negatif .
8.      Cemaran mikroba maksimum : 
a.       Total kuman Maks 1 x 10koloni/ml
b.      Salmonella negatif 
c.       E. coli (patogen) negatif 
d.      Coliform maks 20/ml.
e.       Streptococcus Group B negatif 
f.       S taphylococus aureus maks 1x102/ml
9.    Cemaran logam berbahaya, maksimum :
a.    Timbal (Pb) Maks 0,3 mg/kg
b.    Seng (Zn) Maks 0,5 mg/kg
c.    Merkuri (Hg) Maks 0,5 mg/kg
d.   Arsen (As) Maks 0,5 mg/kg.
10.    Residu : Antibiotika; sesuai dengan peraturan- pestisida/insektisida keputusan bersama menteri kesehatan dan menteri pertanian yang berlaku.
11.     Kotoran dan benda asing dan uji pemalsuan negatif.
12.     Titik beku -0,520°C s/d -0,560°C
13.     Angka reduktase 2 - 5 (jam).
14.     Uji Katalase Maksimal 3 ml.
E.  Hasil Ikutan
Susu sebagai cairan yang cukup mengandung banyak zat-zat nutrisi yang dibutuhkan tubuh juga merupakan media yang sangat sangat disukai oleh mikroorganisme. Oleh sebab itu, pada penanganan pasca panen susu perlu dilakukan metode untuk memperpanjang daya simpan dari susu tersebut sehingga juga dapat dilakukan pengolahan menjadi produk olahan susu seperti keju, mentega, yoghurt, susu pasteurisasi, susu skim dan es krim (Malaka, 2010).
Hasil ikutan dari pemotongan ternak  adalah kulit, tulang, bulu serta kotoran (feses dan urin) ternak. Hasil ikutan ini bisa memiliki nilai ekonomis dan dapat ditingkatkan kualitasnya apabila dilakukan penanganan yang baik, sehingga memiliki daya guna dan  memberikan nilai tambah (Saleh, 2012).
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina. Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak (Anonim, 2011).










METODE PELAKSANAAN PRAKTEK
Waktu dan Tempat
Praktek lapang Ilmu Ternak Perah pada hari sabtu - minggu 20 – 21 April 2013 bertempat di Peternakan Rakyat Milik Sunusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah alat tulis – menulis tranportasi, skop, selang air, milk can, mesin pemotong rumput, karpet, laktodensimeter dan termometer.
Bahan yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah kertas, data kuisioner, sapi, susu segar, hijauan, air, konsentrat, dedak, ampas tahu dan kertas saring.
Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah tinjauan langsung ke kandang lalu melakukan pembersihan kandang, memandikan sapi, memberikan pakan, memerah susu dan wawancara dengan pemilik peternakan rakyat (Bapak Sunusi).




HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Aspek Hukum
1.    Izin Usaha
Izin usaha peternakan sapi perah Peternakan Rakyat milik Pak Sunusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan  di dapatkan dari kemitraan dengan Dinas Peternakan setempat  dimana perijinan usaha di Indonesia yang berskala menengah hingga besar harus melewati beberapa proses tertentu sesuai dengan Perda yang berlaku ditempat perusahaan tersebut. Sertifikasi halal diperlukan untuk memasarkan produk ke pasaran luas hal ini ditinjau langsung dari badan POM Indonesia. Ditetapkan peraturan ini demi membantu dimanfaatkannya usaha kecil untuk memberikan kemudahan dalam pendanaan dan berbagai upaya keringanan persyaratan dalam pendanaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tohar (2000) yang menyatakan bahwa pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi usaha kecil melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan. Perundang-undangan dan kebijaksanaan tersebut mencakup aspek pendanaan itu dimaksudkan untuk memperluas sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan oleh usaha kecil. Dan untuk memberikan kemudahan dalam pendanaan dan berbagai upaya pemberian keringanan persyaratan dalam pendanaan.
2.    Lokasi Usaha
Lokasi peternakan sapi perah ini terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan yang berada di tengah daerah yang memiliki curah hujan dan iklim yang cukup baik sehingga cukup mendukung untuk pemeliharaan sapi perah khususnya bangsa sapi Fries Holland (FH) yang lebih dikenal  membutuhkan suhu lingkungan yang cukup rendah.  Letak kandang peternakan sapi perah cenderung lebih ekonomis karena berada disekitar rumah penduduk. Sehingga dapat mendatangkan manfaat dimana mudahnya distribusi produk hasil olahan dan meningkatkan komsumsi susu yang mengarah pada selera konsumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Tatang (2001) yang menyatakan bahwa mengenai pengembangan sapi perah di Indonesia cukup baik. Hal ini walau ditandai dengan permintaan susu dalam negeri belum terpenuhi. Namun kelebihannya adanya hubungan yang baik antara peternak, Koperasi Susu atau KUD dengan IPS. Jalur distribusi produk yang sudah jelas. Berkembangnya diversifikasi produk olahan susu sehingga memperluas pangsa pasar produk susu. Komsumsi susu sapi yang tinggi jika dibandingkan dengan susu dari ternak yang lainnya. Meningkatnya komsumsi susu terutama akibat tuntutan selera yang menginginkan aneka produk.
B.     Aspek Teknis dan Produksi
1.    Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan sapi perah yang diterapkan pada peternakan rakyat di Enrekang masih sangat sederhana.  Kandang antara sapi laktasi, sapi induk kering, dan sapi dara, belum ada pemisahan. Hanya kandang pedet yang terpisah. Kandangnya menggunakan dinding terbuka dengan satu atap dan kandang yang sama dengan sapi lainnya.  Ataupun pemisahan kandang pedet yang hanya berada beberapa meter dari kandang untuk sapi dewasa, hal ini mungkin disebabkan karena keterbatasan lokasi dan modal yang dimiliki. Kandang ini termasuk kandang kelompok karena dalam satu kandang ditempatkan beberapa ekor  ternak. Hal ini sesuai denga pendapat Alam (2010) bahwa kandang kelompok merupakan kandang dalam suatu ruangan kandang ditempatkan beberapa ekor ternak. Keunggulan model kandang kelompok dibanding kandang individu adalah efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja rutin terutama pembersihan kotoran kandang, memandikan sapi, deteksi birahi dan perkawinan alam.

2.    Sanitasi dan Kesehatan Ternak
Sanitasi dan kesehatan ternak pada peternakan penduduk di Enrekang dilakukan dengan pembersihan kandang secara teratur dan sapi secara teratur setiap pagi dan sore sebelum melakukan pemerahan. Dilakukan pemberian obat untuk mengatasi ternak yang sakit. Ternak peliharaan Pak Sunusi biasanya terkena mastitis dan PMK (Penyakit Mulut dan Kuku). Ciri-ciri sapi yang terkena PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) yaitu suhu badan naik (tinggi), nafsu makan menurun, dan pergelangan kaki bengkak. Hal ini sesuai dengan pendapat Andi (2010) bahwa penyebab PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) adalah virus yang menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air liur dan benda lain yang tercemar kuman. Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, sushu badan menurun drastic; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan. Pencegahannya adalah dengan vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
Ciri-ciri ternak yang terkena mastitis adalah perubahan fisik terlihat pada kelenjar mammae. Air susu berwarna merah kecoklatan. Pengobatan bila ternak terjangkiti adalah dengan pemberian antibiotik. Hal ini sesuai Anonima (2010) bahwa radang ambing (mastitis) pada sapi perah merupakan radang yang bisa bersifat akut, subakut maupun kronis, yang ditandai oleh kenaikan sel di dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan air susu dan disertai atau disertai patologis pada kelenjar mammae. Staphylococcus aureus (S. aureus) dan Streptococcus agalactiae (Str. Agalactiae) merupakan bakteri pernyebab utama  mastitis pada sapi perah yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar akibat penurunan produksi susu. Berdasarkan uji sensitifitas terhadap berbagai antibiotic diketahui bahwa sebagian besar S. aureus telah resisten terhadap oksasilin (87,5%) dan eritromisin (71,9%) dan ada beberapa isolate yang juga resisten terhadap tetrasiklin (37,46%), ampisilin (25%) dan gentamisin (21, 87%).
3.    Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore biasanya setelah melakukan pemerahan.  Jenis bahan pakan yang diberikan sebagai ransum berupa hijauan, dedak, dan ampas tahu. Ternak ruminansia sebagai penghasil susu dengan pakan utamanya adalah hijauan. Kecukupan pakan bagi ternak yang dipelihara merupakan tantangan yang cukup serius dalam pengembangan peternakan di Indonesia. Indikasi kekurangan pasokan pakan dan nutrisi bukan merupakan faktor utama alasan masih rendahnya tingkat produksi ternak.  Lingkungan (suhu), umur, penyakit dan stress juga ikut menjadi faktor yang mempengaruhi banyaknya produksi susu perharinya.
Dedak halus, ampas tahu dan bungkil kelapa merupakan sumber karbohidrat yang baik untuk ternak. Hal ini sesuai Haryono (2010) bahwa sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, geplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur dll. Pemberian konsentrat sebaginya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 10% dari berat badan perhari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan setiap hari sapi digembalakkan.
4.    Pemerahan
Pemerahan dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore secara cara manual yaitu menggunakan tangan. Sebelum melakukan pemerahan ternak dimandikan terlebih dahulu agar kotoran-kotoran yang melekat pada tubuh ternak dapat hilang dan tidak mengotori susu yang akan dihasilkan nantinya. Pemerahan dilakukan di kandang yang sama dengan tempat memandikan dan tempat ternak tersebut beraktifitas. Kegiatan ini dilakukan 2 pekerja dan tambahan (mahasiswa yang melakukan praktek lapang). Sebelum pemerahan dilakukan, sebaiknya jari pemerah dilumasi dengan minyak kelapa supaya licin, agar puting susu tidak mudah terluka.
Pemerahan meliputi dua cara yaitu : (1) Dengan Dua jari. Dengan memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, kemudian kedua jari tersebut ditekan serta ditarik ke bawah, hingga air susu mengalir keluar. Cara ini sulit dilakukan bagi sapi yang puting susunya pendek. (2) Dengan menggunakan kelima jari tangan, dengan cara ini puting susu dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya sampai susu keluar. Pemerahan akan berlangsung selama beberapa menit sampai aliran susu yang terlihat pada saat diperah  sudah berkurang.  Setelah memerah, putih susu sapi dicelupkan pada iodium agar menghindari ternak terkena mastitis. Susu yang diperah akan tertampung pada kaleng penampung susu (milk can) yang sudah diletakkan dibawah ambing. Serta tambahan peralatan lain seperti sekop dan sikat lantai untuk menjaga kebersihan kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Yashinta (2010) bahwa mengenai perlengkapan pemerahan yaitu sebelum melakukan pemerahan petugas harus mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlihat dahulu. Perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih dahulu. Perlengkapan dan peralatan tersebut antara lain: ember tempat pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan), milk-can untuk menampung air susu, dan kain bersih untuk mnyaring susu terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam milk-can. Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus selalu dalam keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang dipakai  menjadi steril, alat-alat tersebut harus dicuci dengan cara merendam dalam larutan disinfektan, lalu dicuci dengan air panas dan dijemur.
5.    Pengadaan Bibit
Pengadaan bibit sapi ternak pada peternakan sapi perah penduduk di Enrekang bertujuan untuk mempersiapkan sapi-sapi muda yang nantinya berfungsi sebagai generasi pelanjut dari sapi-sapi yang akan diafkir dan juga untuk meningkatkan produksi susu yang dihasilkan dengan melakukan seleksi dan perkawinan. Pak Sunusi (peternak) memiliki 1 ekor peranakan sapi sahiwal yang dipelihara dengan modal sendiri dan ada bantuan bibit dari Pemerintah setempat. Pemberian bantuan bibit ini ditujukan agar para peternak dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Darna (2006) bahwa pembangunan selalu mengarah pada perubahan yang lebih baik. Begitupula dengan pembangunan peternakan yang sedang giat-giatnya dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Tentunya pembangunan sector ini selalu akan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup peternak, memperluas lapangan kerja, serta memperluas pasar dalam negeri maupun luar negeri melalui peternakan yang maju, efisien dan tangguh sehingga mampu meningkatkan dan menganekaragamkan hasil dan mutu produksi.
6.    Pengadaan Bahan Baku Pakan
Bahan baku pakan utama yang digunakan pada peternakan ini adalah rumput gajah yang diperoleh dari lahan pertanian di sekitar areal peternakan tersebut yang ditanam sendiri oleh peternak. Hijauan merupakan makanan pokok bagi ternak sapi perah karena mengandung serat kasar yang tinggi dengan poduksi persatuan luas yang sangat tinggi.  Akan tetapi selama musim kemarau penyediaan hijauan menjadi kendala terbesar dalam pemeliharaan sapi perah milik Pak Rahman. Selain pemberian hijauan segar, pada peternakan ini, sapi perah ini juga diberikan makanan penguat berupa ampas tahu dan dedak. Dedak halus, ampas tahu dan bungkil kelapa merupakan sumber karbohidrat yang baik untuk ternak. Hal ini sesuai Haryono (2010) bahwa sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, geplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur dll. Pemberian konsentrat sebaginya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 10% dari berat badan perhari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan setiap hari sapi digembalaklan.
Ditambahkan oleh Anonimb (2010) bahwa pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari berat badannya.
7.    Kapasitas Produksi
Pemerahan pada sapi perah ini dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan pada sore hari. Dalam sehari seekor ternak dapat menghasilkan 16 liter susu, yang didapatkan dari 8 ekor sapi betina yang laktasi. Pembuatan 1 bungkus dangke diperoleh dari susu segar sebanyak 1,5 liter. Proses pembuatan dangke yaitu: (1) Susu segar dimasak hingga mendidih, (2) Memberi sedikit tambahan getah papaya (membuat lemak susu mengendap dan memisah dari air susu), (3) Mengambil endapan susu yang telah terapung di permukaan panci, (4) Mencetak pada tempurung kelapa, (5) Membungkus dangke yang telah jadi menggunakan daun pisang, dan (6) Dangke siap untuk dipasarkan. Produk susu yang satu ini dijual dengan harga Rp. 15.000.
Berbeda dengan pembuatan kerupuk susu. Prosesnya lebih mudah yaitu: (1) Mencampurkan dangke (matang) dengan tepung beras, (2) Memasukkan adonan kedalam cetakan krupuk, (3) Digoreng dengan minyak panas, (4) Krupuk susu dibungkus dengan plastik dan diberi label, dan (5) Krupuk susu siap untuk dipasarkan. Produk kerupuk susu ini dijual senilai Rp. 5.000 sampai Rp.15.000/ bungkus.
8.    Sarana dan Prasarana
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan maka dapat diketahui  bahwa jumlah kandang pada peternakan ini cuma 1, namun ada pemisahan yang jelas antara sapi laktasi dan sapi dara. Tipe kandang pemeliharaan yang digunakan oleh penduduk yaitu kandang tipe tunggal. Dinding kandang berupa dinding semi terbuka yang terdiri dari sekat-sekat tembok yang tidak tertutup seluruhnya. Tempat makan dan minum terbuat dari beton yang berbentuk kotak. Terdapat pula Ember susu untuk menampung susu serta peralatan lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Yashinta (2010) bahwa mengenai perlengkapan pemerahan yaitu: sebelum melakukan pemerahan, petugas harus mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih dahulu. Perlengkapan dan peralatan tersebut antara lain : ember tempat pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan), milk-can untuk menampung air susu, dan kain bersih untuk menyaring susu terhadap kotorn dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam milk-can.semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus selalu dalam keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang dipakai menjadi steril, alat-alat tersebut harus dicuci dengan cara merendam dalam larutan disinfektan, lalu dicuci dengan air, selanjutnya dibils dengan air panas dan dijemur.
Ditambahkan oleh Anonim (2010) bahwa mengenai peralatan pemberian pakan yaitu termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjakinjak/ tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai. Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi.
C.  Aspek Organisasi dan Manajemen
1.    Kepemilikan Usaha
Peternakan sapi perah ini merupakan usaha perseorangan yang dikelola secara  sederhana  dengan  menggunakan  tenaga kerja dari  keluarga maupun tetangga. Dalam hal  ini Pak Sunusi dan keluarga bertanggung jawab sepenuhnya terhadap jalannya usahan ini. Modal dari usaha ini berasal dari subsidi pemerintah setempat dan juga menggunakan modal sendiri. Keutungan yang diperoleh Pak Dariatmo dari usaha merupakan sumber penghasilan tambahan bagi keluarganya, begitu pula apabila terdapat resiko yang muncul menjadi tanggung jawab bersama (subsidi obat-obatan dan pakan). Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2010) bahwa menurut Keputusan Menteri Pertanian Republik  Indonesia No. 404/Kpts/OT.210/6/2002 bahwa Perusahaan peternakan dapat melakukan kemitraan usaha peternakan dengan perusahaan di bidang peternakan atau peternakan rakyat. Kemitraan usaha  dilakukan secara sukarela, saling membantu, saling memperkuat dan saling menguntungkan.  
2.    Kebutuhan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan pada peternakan Pak Dariatmo berasal dari keluarga sendiri dan siswa yang melakukan PKU (Praktek Kerja Usaha) serta anggota keuarganya yang lain ikut serta dalam pemeliharaan serta pengolahan susu. Setiap pagi dan sore dilakukan pembersihaan kandang dan melakukan pemerahan susu sapi dan kemudian diolah oleh anggota keluarganya yang lain menjadi dangke dan kerupuk susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Ako (2010) bahwa usaha peternakan sapi perah modern harus mempunyai tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman, seorang peternak dapat memelihara 40-50 ekor sapi perah tanpa bantuan tenaga orang lain.
D.  Ansalisis Finansial dan Kelayakan Usaha
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Analisis Finansial dan Kelayakan Usaha pada Peternakan Sapi Perah Pak Sunusi
No
URAIAN
Satuan
Volume
Harga / Unit (Rp)
NILAI (Rp)
A.
Penerimaan
a.   Dangke
b.   Krupuk
c.   Pedet
Total Penerimaan

Bungkus
Bungkus
Ekor

30
60
12

15.000
10.000
4.000.000


       135.000.000
       180.000.000
  14.400.000.000
  14.715.000.000              
   B.
Biaya
a.   Biaya Tetap
Penyusutan Kandang
Karpet
Total Biaya Tetap
b.   Biaya Variabel
1.    Pakan
Hijauan
Ampas Tahu
Dedak
2.    Listrik
3.    Air
4.    Tenaga Kerja
5.    Obat Dan Antibiotik
Total Biaya Variabel
Total Pengeluaran


20 tahun
5 tahun



Kg
Kg
Kg
Kwh
-
Orang
-







1.500
5
30
Bulan
Bulan
5
Bulan


75.000.000
350.000



500
10.000
1.000
-
-
1.000.000
-


1.125.000.000
     21.000.000
1.146.000.000


   225.000.000
     15.000.000
       9.000.000
          450.000
          100.000
       5.000.000
       3.100.000
   257.650.000
1.403.650.000
2.549.650.000
C.
Pendapatan (A-B)



12.165.350.000
D.
R/C  atau (A/B)



5,77
E.
B/C



4,78
F.
a. BEP Produksi
b. BEP Harga

84,99

18,89

Sumber : Data Primer Hasil Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah, 2013.
Berdasarkan data pada tabel 1 diatas, maka dapat diketahui bahwa aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan Sapi Perah Pak Sunusi, yang berkaitan dengan analisis finansial dimana total penerimaan hanya bersumber dari produksi susu namun yang dijual adalah produk olahan berupa dangke dan krupuk susu ditambah dengan jumlah sapi pedet dengan jumlah yaitu Rp. 14.715.000.000.              Sedangkan total biaya pengeluaran sebesar Rp. 2.549.650.000 dimana meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Maka, pendapatan/laba yang diperoleh Pak Sunusi  sebesar Rp. 12.165.350.000 dengan rasio 18,89 BEP harga produksi Rp 135.000.000,- dan BEP volume produksi 84,99. Sehingga aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan sapi perah sangatlah bergantung pada banyaknya biaya-biaya yang dikeluarkan. Seperti biaya penyusutan, biaya variabel serta serta biaya tetap dalam menjalankan usaha peternakan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursam (2006) bahwa dalam usaha peternakan terdapat pengeluaran tetap dan tidak tetap (variable). Yang digolongkan ongkos (pengeluaran) tetap adalah modal yang diinvestasikan dan tak mudah hilang seperti : tanah, bangunan kandang, dan peralatannya. Besarnya ongkos tetap untuk pemeliharaan ayam adalah tergantung pada jumlah investasi untuk tanah, kandang, peralatan dan lain-lain. Besarnya input yang diperhitungkan sebagai penyusutan modal “ongkos tetap” disini tidak tergantung pada jumlah ayam yang dipelihara, sebab meskipun kandang itu kosong, tetapi ongkos itu tetap diperhitungkan. Dan mengenai perbaikan kandang tidak bisa diperhitungkan sebagai ongkos tetap, melainkan ongkos variabel.
Pada usaha peternakan Pak Sunusi ini memperoleh BEP Harga Produksi sebesar Rp.135.000.000 dan BEP Volume Produksi sebesar 30. Dengan kecilnya angka BEP yang didapatkan Pak Dariatmo pertahunnya sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh keuntungan. Dimana BEP (Break even point) berarti titik pulang pokok yang artinya bagaiman hubungan antara pengeluaran serta pendapatan dalam suatu tingkatan Produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Umar (2003) bahwa titik pulang pokok  adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variable didalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima peruusahaan dari kegiatannya. Pendapatan perusahaan merupakan penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan sedangkan biaya operasinya merupakan pengeluaran yang juga karena kegiatan perusahaan. Biaya operasi ini terbagi atas tiga bagian yaitu biaya tetap, biaya variable dan biaya semi-variabel.
R/C (ratio) menunjukkkan perbandingan antara total produksi dengan biaya  produksi. Dimana, pada usaha ini diperoleh R/C yaitu 5,77. Nilai ini berarti bahwa setiap Rp. 1 modal yang dikeluarkan maka Pak Sunusi memperoleh keuntungan sebesar Rp. 5,77. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tersebut memperoleh keuntungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Umar (2003), bahwa jika R/C < 1 maka usaha tersebut dikatakan rugi, jika R/C > 1 maka usaha tersebut dikatakan untung, sedangkan jika R/C = 1 maka usaha tersebut dikatakan tidak untung dan juga tidak rugi.  Pada dasarnya keuntungan yang diperoleh dari Pak Sunusi sangatlah besar hal ini disebabkan karena pak Sunusi menggunakan tenaga kerja dari sebagian keluarganya.
E.  Penentuan Kualitas Susu
Pengujian kualitas susu ini dilakukan dengan menentukan berat jenis (BJ) susu dan uji kotoran melalui kertas saring. Berat jenis susu yang diperoleh dari susu segar milik Pak Sunusi adalah 1,035 dengan suhu susu 310C. Hal ini menandakan bahwa susu yang diproduksi oleh peternakan sapi Pak Sunusi sudah memenuhi kriteria sebagai susu layak konsumsi karena memiliki BJ 1,035 yang mana standar BJ untuk susu layak konsumsi adalah 1,027 sampai 1,035 serta setelah melalui uji dengan kertas saring tampak bahwa tidak ada kotoran yang terkandung dalam susu. Hal ini didukung oleh pendapat Dwi (2011), bahwa air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air, yaitu umumnya 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah.