PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditi peternakan yang utama di samping telur
dan susu adalah daging. Daging juga merupakan produk yang sangat penting dan
digemari oleh masyarakat umum. Namun sama seperti produk-produk peternakan yang
lainnya, daging juga mudah rusak dan tidak tahan lama bila tidak diawetkan,
baikdengan bahan pengawet maupun dengan perlakuan-perlakuan tertentu.
Bahan pangan yang berasal dari dagingsangat disukai oleh
masyarakat umum.Selain karena rasanya yang nikmat, daging disukai juga karena
kandungan nilai gizinya.Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkankarena
daging mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang. Namun demikian
kandungan nilai gizi daging dari setiap jenis ternak relatif berbeda,setiap 100
gr daging dapat memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa sekitar 10 persen kalori,
50 persen protein dan 35 persen zat besi (Fe) setiap harinya.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang
masa simpan daging, seperti pengolahan dan pengawetan daging. Hal ini bertujuan
selain untuk memperpanjang masa simpan, juga untuk meningkatkan cita rasa yang
sesuai dengan selera konsumen, serta dapat mempertahankan nilai gizinya.
Beberapa bentuk hasil pengolahan daging diantaranya ialah sosis, kornet,
dendeng, pindang, abon, bakso, nuget dll, sedangkan beberapa cara pengawetan
yang sering dilakukan ialah dengan cara pembekuan, pelayuan, pengeringan,
pengasinan, pengasapan dan pengalengan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukan
praktikum ini.
Tujuan dan
Kegunaan
-
Sosis
Tujuan
dilakukannya praktikum pembuatan sosis adalah untuk melakukan proses pembuatan
sosis, mengenalkan produk olahan dari proses emulsifikasi, melakukan uji daya
penerimaan hasil, melakukan pengoperasian alat stuffer dan membandingkan
karakteristik produk dengan penambahan minyak nabati.
Kegunaan dilakukannya praktikum
pembuatan sosis adalah kita dapat mengetahui cara/ teknik pembuatan sosis yang
benar.
-
Bakso
Tujuan dilakukannya praktikum
pembuatan bakso adalah untuk membuat bakso dengan cara yang benar dan higienis,
mengetahui komposisi bahan tambahan yang digunakan tanpa menyebabkan efek
samping terhadap konsumen, dan membandingkan karakteristik fisik bakso dengan
tambahan kanji yang berbeda.
Kegunaan
dilakukannya praktikum pembuatan bakso adalah kita dapat mengetahui teknik atau
cara pembuatan bakso yang benar.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Umum Daging
Daging adalah otot hewan
yang tersusun dari serat-serat yang sangat kecil, masing-masing berupa sel
memanjang yang disatukan oleh jaringan ikat, membentuk berkas ikatan yang pada
kebanyakan daging jelas kelihatan lemak pembuluh darah dan urat syaraf. Bila
potongan daging diamati secara teliti maka tampak dengan jelas bahwa daging
terdiri atas tenunan yang terdiri atas air, protein, tenunan lemak dan potongan
tulang.
Daging merupakan hasil pemotongan ternak
yang telah melalui proses rigormortis, dalam proses rigormortis tersebut otot
akan mengalami kehilangan glikogen dan mengakibatkan otot menjadi kaku, setelah
itu enzim-enzim proteolitik pada daging akan bekerja dalam memperbaiki
keempukan.
Dagingmempunyai struktur daging yang
terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat, pembuluh darah dan jaringan syaraf.
Menurut SNI 01-3947-1995 Urat daging melekat pada kerangka, kecuali urat daging
dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi /kerbau yang sehat
waktu dipotong. Jenis mutu dibedakan menjadi segar, dingin dan beku, syarat
muut, pengambilan contoh dan pengemasan (Bobi. 2011).
Menurut Lukman (2008) SNI 01-3947-1995 penggolongan daging
sapi/kerbau menurut kelasnya adalah yaitu golongan (kelas) I, meliputi daging
bagian has dalam (fillet), tanjung (rump), has luar (sirloin),
lemusir (cube roll), kelapa (inside), penutup (top side), pendasar +
gandik (silver side). Golongan (kelas) II, meliputi daging bagian paha depan,
sengkel (shank), daging paha depan (chuck), daging iga (rib meat),
daging punuk (Blade). Golongan (kelas) III, meliputi daging lainnya yang
tidak termasuk golongan I dan II, yaitu samcan (flank), sandung lamur (brisket
).
Daging
adalah kumpulan sejumlah otot yang berasal dari ternak yang sudah disembelih
dan otot tersebut sudah mengalami perubahan biokimia dan biofisik sehingga otot
yang semasa hidup ternak merupakan energi mekanis berubah menjadi energi
kimiawi yang dikenal sebagai daging (pangan hewani).
Kata
otot dapat dipergunakan pada masa hidup ternak dan setelah mati tetapi kata
daging selayaknya secara akademik dipergunakan setelah ternak mati dan otot
telah berubah menjadi daging. Terjadi proses konversi dari otot menjadi daging sehingga
sesaat setelah ternak disembelih seharusnya kata otot sebagai penyusun tubuh
ternak masih digunakan sampai otot telah berubah menjadi daging ditandai dengan
timbulnya kekakuan (kejang mayat) dan berangsur-angsur mengalami pengempukan
pasacakekakuan tersebut.
Otot
semasa hidup ternak dikenal sebagai alat pergerakan tubuh ditandai dengan
kemampuan berkontraksi dan berelaksasi, sehingga disebut sebagai energi mekanis
dan karena tersusun dari unsur kimia maka disebut pula sebagai energi kimiawi.
Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi oksigen dan otot tidak lagi
berkontraksi maka otot dapat disebut sebagai energi kimiawi (pangan hewani)
Perubahan
biokimia yang terjadi diawali dengan proses glikolisis yakni perombakan
glikogen menjadi asam laktat dan dilanjutkan dengan proses maturasi (aging)
ditandai dengan pengempukan pada otot sebagai akibat kerja enzim pencerna protein.
Proses glikolisis pascamerta ternak disebut pula sebagai rigor mortis atau
rigor (kekakuan) pascamerta.
Perubahan biofisik yang terjadi
pada otot pascamerta adalah kehilangan ekstensibilitas otot pada saat terjadi
kekakuan dan pengempukan yang terjadi pascakekakuan (Bobi, 2011).
a. Mekanisme
Penyediaan Daging
Berdasarkan
atas sumbernya maka dapat dibedakan daging warna merah (red meat) yang berasal
dari ternak besar (sapi, kerbau) atau ternak kecil (kambing, domba) dan daging
putih yang lebih sering disebut sebagai poultry meat (ayam, itik dan unggas
lainnya). Pemberian nama sebagai daging merah atau daging putih (poultry meat)
berdasarkan atas ratio antara serat merah dengan serat putih yang menyusun otot
tersebut.; otot yang mengandung lebih banyak serat merah akan disebut sebagai
daging merah.
Dalam
penyediaan daging, dari sumbernya, bagi kebutuhan konsumen dikenal melalui tiga
fase perubahan /transformasi pada (Gambar 1)(Anonim, 2009) :
1.
Transformasi
pertama meliputi proses perubahan ternak hidup menjadi karkas dan bagian bukan
karkas (by product atau offal).
2.
Transformasi
kedua, merupakan proses pemotongan (cutting) bagian-bagian karkas menjadi whole
dan retail karkas untuk mendapatkan daging dan bagian-bagian lainnya seperti
lemak, tulang, aponevrose dan lain-lain.
3.
Transformasi
ketiga, merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari bahan baku daging yang
diperoleh pada transformasi kedua menjadi suatu produk akhir berupa daging
olahan dalam berbagai macam ragam.
Pemotongan
merupakan suatu tahap yang penting dalam penyediaan daging tersebut.Berdasarkan
atas lokasi produsen dan konsumen dalam penyediaan daging, dapat dibedakan atas
sirkuit hidup dan sirkuit mati.Pada sirkuit hidup (sering juga disebut sirkuit
rural atau sirkuit kota-kota besar), ternak diangkut dan dipotong untuk
digunakan didaerah konsumen.Sedang pada sirkuit mati, ternak dipotong didaerah
produsen kemudian karkas dan atau dagingnya diangkut menuju kedaerah konsumen.
Gambar
1. Mekanisme Penyediaan Daging
Sumber : Anonim, 2009
b.
Klasifikasi Daging
Daging konsumsi yang dijual di pasar tradisional maupun di swalayan
dapat dikatagorikan dalam dua kelompok.Kelompok pertama, daging dari ternak
besar seperti sapi, kerbau, dan kambing.Sedangkan kelompok kedua, daging dari
ternak kecil yaitu dari jenis unggas, ayam, itik, entog, dan lain-lain.
Daging berkualitas baik ditentukan oleh faktor perlakuan
sebelum dan sesudah penyembelihan.Beberapa faktor sebelum penyembelihan yang
mempengaruhi kualitas daging adalah tipe ternak, jenis kelamin, serta umur, dan
pakan.Sedangkan beberapa faktor setelah penyembelihan adalah metode pemasakan,
pH daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk, hormon, marbling, metode
penyimpanan, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging.
Daging memiliki cita rasa yang enak di lidah
pengkonsumsinya.Hal ini
dikarenakan adanya marbling dalam daging tersebut.Marbling menjadikan daging
terasa empuk atau terasa "maknyos" dalam bahasa popular sekarang, karena
berperan sebagai bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga
berpengaruh terhadap sari minyak dan aroma keempukan daging tersebut.
dikarenakan adanya marbling dalam daging tersebut.Marbling menjadikan daging
terasa empuk atau terasa "maknyos" dalam bahasa popular sekarang, karena
berperan sebagai bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga
berpengaruh terhadap sari minyak dan aroma keempukan daging tersebut.
Untuk memilih daging yang baik perlu diperhatikan hal-hal
berikut: warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau atau rasa,
jus daging, marbling, susut masak, retensi cairan, dan pH daging. Sedangkan
untuk mengukur mutunya, daging dapat diketahui dari keempukannya yang dapat
dibuktikan dengan sifatnya yang mudah dikunyah.
Supaya
kualitas daging tetap terjaga daging disimpan pada suhu rendah yaitu di bawah 2
derajat celcius. Disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan
daging cepat rusak. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme yang
terjadi pada saat sebelum penyembelihan, penyembelihan, dan perlakuan yang
diberikan kepada ternak setelah pemotongan.Sifat fisikokimia (aktivitas air,
pH, zat gizi) daging mudah meningkatkan pertumbuhan mikroblia pembusuk tersebut
(Yudi, 2009).
c.
Daging dan Keamanannya
Secara pengertian daging merupakan semua jaringan hewan dan
produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan
serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.Dibedakan
berdasarkan warnanya daging yang dijumpai di pasaran digolongkan atas daging
merah dan daging putih.Contoh daging putih adalah daging ayam,
kelinci.Sedangkan daging merah adalah daging sapi, domba, kambing.
Daging putih mempunyai kadar protein lebih tinggi dibanding
daging merah. Namun, daging merah memiliki kadar lemak jenuh dan kolesterol
yang lebih tinggi dibanding daging putih. Untuk dapat mengetahui kondisi fisik
daging yang baik dan sehat, khususnya daging ayam dan sapi, dua jenis daging
yang paling banyak dikonsumsi orang Indonesia.
Masyarakat dapat melihat ciri-ciri daging yang baik dan
sehat tersebut seperti berikut ini mengenal Ciri-ciri Daging Sapi yang Asli,
Daging Sapi Gelonggong, dan Daging Celeng.Bagaimana kita bisa memilih daging
sapi yang asli dan masih segar? Kita harus mengenal ciri-ciri dari daging sapi
asli, daging sapi gelonggong, dan daging celeng.
ü Daging sapi yang asli dan segar memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Dagingnya berwarna merah terang dan lemaknya berwarna kekuningan.
2.
Tekstur dagingnya kenyal.
3.
Biasanya, daging sapi asli dijual dengan cara digantung.
ü Ciri-ciri daging sapi gelonggong
sebagai berikut:
1.
Dagingnya berwarna pucat.
2.
Teksturnya lembek dan cepat busuk.
3.
Kadar airnya sangat banyak. Jika dagingnya ditekan akan mengeluarkan air.
4.
Biasanya dijual dengan cara digeletakkan di atas meja (tidak digantung).
5. Jika
direbus, daging sapi gelonggong akan menyusut lebih banyak daripada daging sapi
asli.
ü Ciri-ciri daging celeng sebagai
berikut:
1.
Dagingnya berwarna lebih pucat.
2.
Tekstur seratnya lebih halus.
3.
Lemaknya lebih tebal.
4.
Dagingnya lebih banyak mengandung air daripada daging sapi.
5.
Aroma daging celeng lebih amis daripada aroma daging sapi.
6.
Harganya lebih murah.
Ciri-ciri daging sapi yang baik
adalah berwarna merah terang atau cerah, mengkilap, tidak pucat, dan tidak
kotor.Secara fisik daging elastis, sedikit kaku, dan tidak lembek.Jika dipegang
masih terasa basah dan tidaklengket di tangan. Dari segi aroma daging sapi
sangat khas(gurih).Konsumen harus teliti ketika membeli daging sapi karena saat
ini disinyalir terdapat daging sapi segar yang dicampur dengan daging celeng
(babi), serta dengan daging sapi yang kondisinya sudah busuk, diperjualbelikan
di beberapa pasar tradisional dan pasar swalayan. Untuk itu ketika bertransaksi
pastikan membeli daging yang digantung dan perhatikan tampilan fisiknya apa
sesuai tidak dengan ciri-ciri daging baik.
Pengetahuan ciri-ciri daging yang baik dan sehat ini perlu diketahui oleh masyarakat agar tidak tertipu oleh ulah oknum penjual daging sehingga harapan untuk mendapatkan daging yang enak, baik, sehat dan menyehatkan, dapat tercapai sebagaimana mestinya (Anonim, 2012).
Pengetahuan ciri-ciri daging yang baik dan sehat ini perlu diketahui oleh masyarakat agar tidak tertipu oleh ulah oknum penjual daging sehingga harapan untuk mendapatkan daging yang enak, baik, sehat dan menyehatkan, dapat tercapai sebagaimana mestinya (Anonim, 2012).
2.
Tinjauan Umum Sosis
Sosis daging
dihasilkan dari daging yang digiling dan dicampur dengan bahan tambahan pangan
lain kemudian dimasukkan ke dalam casing sosis. Sosis dibagi menjadi dua
kelompok yaitu sosis mentah dan sosis matang. Sosis mentah terdiri dari sosis
segar (uncooked fresh sausage) dan sosis asap mentah (uncooked smoked sausage).
Sosis matang terdiri dari sosis masak, semi-dry sausage dan dry sausage.
Uncooked fresh sausage adalah sosis yang masih mentah/segar, belum dilakukan curing atau diasap, yang harus dimasak sebelum dikonsumsi.Contohnya fresh Bockwurst, Bratwurst, fresh pork sausage, Italian-style fresh pork sausage, Salsicca, Weisswurst, fresh Thuringer.Uncooked smoked sausage adalah sosis yang telah mengalami curing atau pengasapan, yang harus dimasak sebelum dikonsumsi. Contohnya country style smoked porks sausage, Linguica, Mettwurst, Polish sausage.(Yudi, 2009).
Uncooked fresh sausage adalah sosis yang masih mentah/segar, belum dilakukan curing atau diasap, yang harus dimasak sebelum dikonsumsi.Contohnya fresh Bockwurst, Bratwurst, fresh pork sausage, Italian-style fresh pork sausage, Salsicca, Weisswurst, fresh Thuringer.Uncooked smoked sausage adalah sosis yang telah mengalami curing atau pengasapan, yang harus dimasak sebelum dikonsumsi. Contohnya country style smoked porks sausage, Linguica, Mettwurst, Polish sausage.(Yudi, 2009).
Sosis Daging adalah bahan makanan yang biasa
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sosis Daging mengandung energi
sebesar 452 kilo kalori, protein 14,5 gram, karbohidrat 2,3 gram, lemak 42,3
gram, kalsium 28 miligram, fosfor 61 miligram, dan zat besi 1 miligram.
Selain itu di dalam Sosis Daging juga terkandung vitamin A, vitamin B1 dan
vitamin C. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100
gram Sosis Daging, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 % (Anonim,
1970).
Sosis
berasal dari bahasa latin yaitu “salsus” yang berarti digarami atau daging yang
disiapkan melalui penggaraman. Sosis yang umum adalah produk daging giling yang
dimasukan kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik
(bulat panjang) dengan berbagai ukuran. Sejarah perkembangan sosis berjalan
lambat, dimulai dengan proses penggaraman yang sederhana dan pengeringan
daging. Hal ini dilakukan untuk mengawetkan daging segar yang tidak dikonsumsi
dengan segera.
Sosis
merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudia
dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan kedalam pembungkus buatan, dengan
atau tidak dimasak, dengan atau tanpa diasap.Menurut
SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran
daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati
dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang
diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Pembuatan
sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah
dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara,
sosis merupakan topping populer untuk pizza.
Sosis terdiri dari bermacam - macam tipe, ada sosis mentah dan juga sosis
matang.Di Indonesia terdapat berpuluh - puluh merk sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa,
tergantung jenis sosisnya dan secara umum dapat dilihat dari
harganya.
a.
Emulsi
Sosis
Emulsi adalah
suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau senyawa
yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang
berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu,
dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu.
Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan
membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi
(Soeparno,1994).
Emulsi terdiri
atas tiga fase atau bagian.Satu , fase terdispersi yang terdiri dari
partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya
minyak, meskipun tidak selalu.Fase kedua adalah fase kontinu.Pada makanan, zat
ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah
dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel salah satu
cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul –
molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas.Zat ini dinamakan
pengemulsi.
Kandungan
protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Kapasitas emulsi
dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya kandungan lean.Garam
mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih tersedia untuk
emulsifikasi.
Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa diemulsi
dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi.Kapasitas
emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas
emulsi protein larut dalam garam.
b.
Air
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada
jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah
untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, menggantikan
sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah
larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan
protein larut
garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur
produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994).
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan
macam daging yang digunakan.
Pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air
dalam bentuk es sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah
agar suhu adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi
dapat terjaga.
c.
Garam
Garam berfungsi
untuk memberikan cita rasa dan sebagai pengawet.Penggunaan garam bervariasi,
umumnya 2-2.5 % karena adanya hubungan dengan penyakit darah tinggi, penggunaan
garam semakin dikurangi. Pada konsentrasi garam yang sama, sosis yang
teksturnya kasar nampaknya kurang asin bila dibandingkan dengan sosis yang
halus teksturnya.
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan
terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan
citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %,
sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan
bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya
mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
d.
Sodium
Trifosfat (STPP)
Penambahan
polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata 0.3 %.Tujuan
utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama
pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Menurut Soeparno (1994), fungsi
fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging,
mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat
dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat
kurang dari 0.5 %.
Fosfat yang
digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol
pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi
tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air,
emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.(Suwka, 2012).
e.
Lemak
Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi
sosis.Kadar lemak berpengaruh pada keempukan da jus daging.Emulsi dari lemak
sapi cenderung lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam
lemak jenuh.Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 %.
f.
Bahan
pengikat
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk
meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan
citarasa, mengurangi pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya
formulasi.Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan
daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak.Bahan pengikat mempunyai
protein yang tinggi.Contoh dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat
protein kedelai serta skim bubuk. (Soeparno,1994).
g.
Penyedap
dan bumbu
Penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun
kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa
pada produk tersebut.Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam
pembuatan sosis (Soeparno, 1994).Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan aroatik
yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk bubuk.Penambahn bumbu
pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk menambah/meningkatkan flavor
(Soeparno,1994). Selain menambah flavor, dalam beberapa hal bumbu juga bersifat
bakteriostatik dan antioksidan.
h.
Selongsong
sosis
Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan
ukuran sosis. Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama
pengolahan, pembungkus selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media
display selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan
elastic, ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis,
yaitu:
1.
Selongsong yang terbuat dari usus hewan
2.
Selongsong yang terbuat dari kolagen
3.
Selongsong yang terbuat dari selulosa
4.
Selongsong yang terbuat dari plastik
5.
Selongsong yang terbuat dari logam.
Sosis memang
jenis makanan yang lezat dan mudah diolah dengan berbagai resep sosis.Aneka
ragam variasi sosis dengan mudah dapat diperoleh baik di pasar modern maupun
pasar tradisional. Perbedaan jenis sosis terletak pada warna, bentuk,
ukuran, cita rasa, bahkan bahan dasar dan proses pembuatannya. Berdasarkan
metode cara membuat Sosis, secara umum dibagi menjadi 5, yaitu :
1. Fresh
Sausage, yaitu sosis yang dibuat dari daging segar yang belum mengalami
pelayuan dan tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging
dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl),
natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Proses pembuatan Sosis
segar tidak menggunakan proses pemasakan ataupun diasapi. Sosis jenis ini harus
didinginkan dan dimasak sebelum dimakan.Contohnya Fresh Beef sausage.
2. Fresh
Smoke Sausage, yaitu Fresh Sausage yang diasap. Sosis ini juga harus
didinginkan dan dimasak sebelum dimakan.Contohnya adalah Mettwurst.
3. Dry
sausage, adalah Fresh sausage yang dikeringkan.Sosis jenis ini biasanya dimakan
dalam kondisi dingin dan didiamkan dalam jangka waktu lama.
4. Cooked
Sausage, dibuat dari daging segar yang kemudian dimasak / direbus. Sosis jenis
ini biasanya dimakan segera setelah dimasak atau apabila disimpan maka harus
dipanaskan terlebih dahulu sebelum dimakan. Contoh sosis jenis ini
adalah sosis Veal,Braunschweiger.
5. Cooked
Smoked Sausages, sosis jenis ini hampir sama dengan Cooked Sausage, tetapi
setelah direbus maka sosis diasap atau diasap dahulu baru kemudian
direbus. Sosis jenis ini dapat dimakan panas atau dingin, tetapi harus disimpan
dilemari pendingin, Contohnya Wiener, Kielbasa atau Bologna.
Sosis dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Sosis
mentah (rohwurst), dibuat dari daging sapi mentah yang digiling (tanpa
proses pemasakan), kemudian ditambahkan kultur bakteri lactobacillus sehingga
terjadi proses fermentasi.
2. Sosis
matang (brunchwurst), dibuat dari daging mentah digiling, diolah, lalu
dimasak. Sosis jenis Brunchwurst merupakan jenis sosis yang paling banyak
beredar di Indonesia.
3. Sosis
masak (kochwurst), biasanya dibuat dari daging tetelan atau hati
yang direbus, diolah, dan dimasak lagi.
Tiap jenis sosis
memiliki varian yang begitu beragam. Di Jerman, tercatat lebih dari 1500 jenis
sosis dengan penamaan yang berbeda-beda, sesuai dengan bahan yang digunakan,
jumlah komposisi daging, serta selera. Hal ini berbeda dengan di
Indonesia, yang belum memiliki standarisasi. Walaupun berkiblat ke Jerman,
resep sosis di Indonesia berbeda resep aslinya yang hampir 100%
menggunakan campuran daging atau lemak babi.
Dilihat dari
jenis dagingnya, sosis digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu sosis sapi,
sosis ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus
dengan menggunakan casing usus babi, yang dinamakan “urutan”.
Berdasarkan daerah pengembangannya, dikenal berbagai
nama dagang (merek) sosis, contohnya :
1. Salami
Sausage, yang berasal dari daerah Salami. Sosis jenis ini dibuat
dari daging giling yang kadang-kadang dibiarkan tidak halus, sehingga
bagian-bagian dagingnya masih terlihat.
2. Bologna
Sausage dari Bologna, merupakan sosis dengan tekstur yang lembut.
3. Frankfurter
Sausage dari Frankfurt, dengan tekstur yang juga lembut. Sosis jenis ini
nantinya lebih populer dengan nama Wiener Sausage.Sedangkan di
Amerika Serikat orang mengenalnya dengan istilah Hot Dog.
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging,
sosis dibedakan atas sosis daging giling dan sosis emulsi.Dalam sosis daging
giling, daging tidak dihaluskan. Sehingga masih terlihat serat-serat
daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur yang khas.Sedangkan dalam
sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emulsi dengan lemak yang
ditambahkan.
i.
Mikroba Yang
Di Jumpai Dalam Fermentasi Sosis
Mikroba yang
di jumpai Dalam fermentasi Sosis yaitu (Suwka, 2012) :
1. Pediococcus cerevisiae dan
Lactobacillus plan tarum sebagai bakteri homo fermentatif sehingga tidak
terbentuk gas di dalam sosis dan di jumpai lebih banyak pada permulaan fermentasi karena suhu yang
agak panas di dalam sosis.
2. Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus
brevis bersifat heterofermentatif, menghasilkan gas CO2 sehinggs pertumbuhan
perlu dihambat. Kalau tidak, maka gas yang dihasilkannya dapat menyebabkan
sosis mengembung dan pecah.
3. Micrococcus sp, yang di duga mengurangi kadar nitrik dan
nitrat yang ditambahkan.
Klasifikasi
Sosis Yaitu Terdiri Atas:
1. Sosis
segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang tidak dimasak, tidak
dikuring, umumnya daging babi segar dan terkadang daging sapi. Sosis jenis ini
harus disimpan pada lemari pendingin dan dimasak dahulu sebelum dihidangkan.
2. Sosis
asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai karakteristik sama dengan sosis
segar, namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor
dan warna yang berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.
3. Sosis
masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih macam-macam daging
unggas. Sosis ini biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang baik.
4. Sosis
kering dan semi kering, merupakan sosis yang diproduksi melalui proses
fermentasi dengan persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis. Perhatian
penuh sangat dibutuhkan pada setiap tahap proses pembuataannya, dan harus
dilakukan selama beberapa bulan di bawah kondisi suhu dan kelembabab yang
terkontrol.
5. Sosis daging spesial,
merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang biasanya dimasak atau
cendrung dibakar daripada diasap.
Sosis sapi banyak digemari masyarakat karena selain
rasanya enak, bergizi dan memiliki bentuk yang menarik.Sosis adalah makanan
yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi
bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau
pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak.
C.
Tinjauan Umum Bakso
Bakso merupakan produk olahan daging atau ikan yang sudah
sangat populer dan tidak asing lagi bagi masyarakat.Hampir semua orang dari
berbagai kelompok umur mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa sampai manula
menyukai bakso, karena rasanya yang gurih, lezat, dan kenyal serta bergizi
tinggi. Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku untuk
membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan dan bakso
sapi (Wibowo, 2006).
Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan
pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga
dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau berbentuk bulat, padat, kenyal,
dan berisi. Biasanya bakso diproduksi oleh pedagang langsung dalam jumlah yang
banyak, akan tetapi dalampenjualan tersebut belum tentu habis dibelikonsumen.
Oleh sebab itu untuk menghindari kerugian dengan penambahan pengawet kedalam
bakso. Salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen untuk menghindari kerugian
akibat kerusakan tekstur bakso antara lainberjamur, berlendir, sehingga menimbulkan
bentuk, warna, rasa dan bau berubah. Oleh sebab itu penambahan pengawet
dilakukan untuk mendapatkan masa simpan bakso menjadi lebih panjang dan tidak
menutup kemungkinan menambahkan zat kimia boraks sebagai pengawet, karena
boraks harganya murah dan boraks berfungsi sebagai pengenyal
(Winarno.F.G,1984).
a.
Komposisi
Bakso
Dalam pembuatan
bakso disamping daging diperlukan bahan-bahan yang lain seperti:
a. Daging, daging dicuci bersih
kemudiandigiling sebagai campuran pada saatpengulenan dengan tepung terigu.
b .Tepung, yang digunakan umumnya tepung
tapioka, gandum, atau tepung aren, dapat digunakan secara sendiri-sendiri
maupun campuran, dalam jumlah 10-100% atau lebih dari berat daging.
c. Pati, semakin tinggi kandungan
patinya semakin rendah mutu serta murah harganya.Pada umumnya bakso yang
bermutu kadar patinya rendah, sekitar 15%.
d.Garam dapur dan bumbu (bawang,
seledri,serta MSG), digunakan sebagai adonan penyedap untuk mendapatkan rasa
yang enak.
e. Es, digunakan untuk
mempertahankan suhu rendah untuk menghasilkan emulsi yang baik.
b. Beberapa Macam Zat
Kimia Yang Ditambahkan Pada Bakso
Pada pembuatan bakso zat kimia yang ditambahkan
seperti :
a. Benzoat, diperbolehkan dan aman
dikonsumsi asalkan tidak melebihi kadar yang ditentukan.
b. Boraks, biasanya boraks dengan dosis
0,1-0,5% (dari berat adonan) dicampur kedalam adonan, untuk mendapatkan produk
bakso yang kering, keset atau kenyal teksturnya.
c. Tawas (Al2(SO4)3),
digunakan untuk mengeringkan sekaligus mengeraskan permukaan.
d. TiO2(Titanium dioksida ),
penambahan TiO2dalam adonan bakso umumnya sekitar 0,5-1,0% dari
berat adonan, digunakan sebagai bahan pemutih untuk menghindarkan terjadinya
bakso berwarna gelap.
e. STTP (Sodium Tripoly Phosphat ), STTP
secara umum diijinkan dan telah banyak digunakan dalam makanan untuk keperluan
perbaikan tekstur dan meningkatkan daya cengkram air (Winarno,F.G,1984).
c. Pembuatan bakso
Bakso dapat dihasilkan dengan baik tanpa
menggunakan boraks asal menggunakan air es yang bersih, biasanya cukup
menggunakan STTP 0,25% dan dengan bahan pengawet kalium karbonat, natrium
karbonat atau kalsium propionate sebagai pengganti.Dari survey, diketahui bahwa
secara umum pembuatan bakso melalui 5 tahap yaitu :
a. Pencucian
Daging yang telah ditimbang dicuci
bersih, kemudian dimasukkan dalam wadah .
b. Pengilingan
Daging yang mentah dicuci bersih,
kemudiandimasukkan ke dalam mesin giling.Pada waktu penggilingan ditaburi
tepung terigu supaya daging tidak lengket.
c. Pengulenan
Setelah daging
digiling berbentuk gumpalan daging kemudian diuleni ditambahkan dengan
bumbu-bumbu dan ditambah dengan bleng yang diduga mengandung boraks yang
berfungsi sebagai pengental, pengawet dan pengenyal kemudian diuleni sampai
homogen biar kempal dan mudah dicetak.
d. Pencetakan bakso
Biasanya bakso
dicetak menggunakan tangan, dibentuk bulat-bulat dengan ukuran sedang dan ada
pula yang dicetak dengan ukuran besar.
e. Perebusan
Sebelum
penyajian dalam bentuk bakso kuah, bakso tersebut direbus lagi kurang lebih 5
menit untuk melunakkan dan mengenyalkan bakso agar enak bila dimakan dalam
penyajian biasanya ditambah dengan mie, bumbu-
bumbu
dan kuah.
1. Definisi Bahan Tambahan Pangan
Di dalamPeraturan Menteri Kesehatan
RINo.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskanbahwa BTP adalah bahan yang biasanyatidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
makanan,mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan
ke dalammakanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan,penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
a. Mengawetkan pangan dengan mencegah
pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang
dapat menurunkan mutu pangan.
b. Membentuk makanan menjadi lebih baik,
renyah, dan lebih renyah pada saat dikonsumsi.
c. Memberikan warna dan aroma yang
menarik sehingga menambah selera.
d. Meningkatkan kualitas pangan.
e.
Menghemat biaya.
e. Pengawet
1. Definisi Pengawet
Pengawet adalah
bahan kimia yang berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan
mikroba pembusuk baik bakteri maupun khamir (ragi) dengan cara menghambat,
mencegah, memberhentikan proses pembusukan, fermentasi, pengasaman, atau
kerusakan komponen lain dari bahan pangan.
2. Tujuan Pemberian pengawet
Tujuan pemberian pengawet ialah (Anonim, 2012) :
a.
Untuk menghambat atau
mencegah terjadinya kerusakan bahan makanan. Berbagai bahan makanan, cepat atau
lambat akhirnya akan mengalami kerusakan, tetapi resiko yang terjadi kerusakan
pada bahan yang diawetkan dapat diperkecil, sehingga bahan-bahan yang diawetkan
mempunyai nilai yang tinggi, harga yang relatif mahal dan daya guna yang lebih
banyak.
b.
Untuk mempertahankan mutu (kualitas). Bahan-bahan yang diawetkan tetap akan
mengalami perubahan warna atau rasa selama penyimpanan (sebelum dipergunakan),
tetapikerusakan ini akan berjalan lambat sehingga seolah-olah tidak mengalami
perubahan, maka bahan-bahan makanan yang mula-mula bermutu baik akan tetap baik
selama jangka waktu tertentu.
c. Untuk menghindarkan terjadinya
keracunan. Ada beberapa jenis mikroorganisme yang dapat menghasilkan racun
(toxin). Bahan makanan tersebut bila dimakan, akan menyebabkan keracunan pada
manusia. Dengan proses pengawetan, maka resiko terjadinya kerusakan oleh
mikroorganisme dapat dihindari atau dapat dikurangi.
d. Untuk mempermudah penanganan,
penyimpanan dan pengangkutan Cara penanganan lanjutan dari bahan makanan yang
belum mengalami proses pengawetan karena pemilihan dan pembersihan dari bahan
yang sudah mengalami proses pengawetan tidak perlu dilakukan lagi dan
kemungkinan tercemarnya bahan makanan oleh mikroorganisme dapat diperkecil.
Bahan–bahan makanan yang sudah mengalami proses pengawetan akan tahan
terhadapkondisi-kondisi yang dapat merusak sehingga dalam penyimpanan dan
pengangkutannya menjadi mudah karena mempunyai bentuk yang ringkas dan praktis.
f. Jenis-jenis Pengawet
Bahan pengawet yang ditambahkan dengan sengaja
kedalam bahan makanan dengan maksud untuk menghambat atau mematikan jasad
renik, dapat digolongkan berdasarkan komposisi kimianya, maka bahan pengawet
dibagi atas :
a.
Pengawet organik
Senyawa yang
termasuk pengawet organik antara lain Asam benzoat, Asam formiat dan lain-lain.
b. Pengawet Anorganik
Senyawa yang
termasuk anorganik antara lain senyawa nitrit, nitrat, su
lfite,
khlor bebas, peroksida dan boraks (Anonim, 2012).
g. Pengawet boraks
Sifat fisik : Boraks berbentuk kristal putih
transparan, tidak berbau, rasa asin, Sifat kimia : Boraks larut dalam air,
tidaklarut dalam alkohol, dan mempunyai pH: 9,5, Berat Molekul(BM) : 381,37,
Rumus Molekul: Na2B4O7.10 H2O
(Anonima, 2011).
D. Tinjauan Umum Tepung Tapioka
Tepung tapioka merupakan pati yang
diekstrak dari singkong. Dalammemperoleh pati dari singkong (tepung tapioka)
harus dipertimbangkan usiaatau kematangan dari tanaman singkong. Usia optimum
yang telah ditemukandari hasil percobaan terhadap salah satu varietas singkong
yang berasal darijawa yaitu San Pedro Preto adalah sekitar 18-20 bulan. Ketikaumbi
singkong dibiarkan di tanah, jumlah pati akan meningkat sampai padatitik
tertentu, lalu umbi akan mejadi keras dan menyerupai kayu, sehinggaumbi akan
sulit untuk ditangani ataupun diolah. Komposisi kimia
tepung tapioka dapat dilihat pada :
Tabel 1.Komposisi kimia tepung tapioka
Komposisi
|
Jumlah
|
Serat (%)
|
0.5
|
Air (%)
|
15
|
Protein (%)
|
0.5-0.7
|
Lemak (%)
|
0.2
|
Energi (kalori/100 gram)
|
307
|
Sumber : Anonimb, 2011
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai pH tepung
tapioka tidakdipersyaratkan. Namun demikian, beberapa institusi mensyaratkan
nilai pHuntuk mengetahui mutu tepung tapioka berkaitan dengan proses
pengolahan.Salah satu proses pengolahan tepung tapioka yang berkaitan dengan
pHadalah pada proses pembentukan pasta,pembentukan gel optimum terjadi pada pH
4-7. Bila pH terlalu tinggi,pembentukan pasta makin cepat tercapai tetapi cepat
turun lagi. Sebaliknya,bila pH terlalu rendah, pembentukan pasta menjadi lambat
dan viskositasnyaakan turun bila proses pemanasan dilanjutkan.The Tapioca
Institute ofAmerica(TIA) menetapkan standar pH tepung tapioka sekitar 4.5-6.5..
Kehalusan tepung juga penting untuk menentukan mutu tepung
tapioka. Tepung tapioka yang baik adalah tepung yang tidak menggumpal dan
memiliki kehalusan yang baik. Dalam SNI tidak dipersyaratkan mengenai kehalusan
tepung tapioka. Salah satu institusi yang mensyaratkan kehalusan sebagai syarat
mutu tepung tapioka adalah The Tapioca Institute of America (TIA), yang membagi
tepung tapioka menjadi tiga kelas (grade) berdasarkan kehalusannya (Anonimb, 2011).
Penambahan tepung tapioka pada pembuatan bakso
berfungsi untuk menambah volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan daya
ikat air dan memperkecil penyusutan. Terjadinya pembengkakan pada pembuatan
bakso disebabkan oleh proses gelatinisasi dari tepung tapioka yang mempunyai
sifat mudah menyerap air dan air diserap pada saat temperatur meningkat. Jika
pati dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai
menggelembung saat temperatur meningkat dari 60° C sampai 85° C (Enny Karti B,
2012).
E. Tinjauan Umum Tepung
Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral,
dan serat. Susunan asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang.
Kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel
tubuh. Komoditas ini mengandung protein tinggi dan mengandung sedikit lemak.
Protein kedelai juga dibuktikan paling baik dibandingkan jenis
kacang-kacangan lain. Kandungan proteinnya setara dengan protein hewani
dari daging, susu, dan telur. Terlebih lagi, 25% kandungan lemak dalam
kedelai terdiri dari asam lemak tak jenuh yang bebas kolesterol.Asam lemak tak
jenuh ini dapat mencegah timbulnya pengerasan pembuluh-pembuluh nadi (arterio
sclerosis). Kedelai juga dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL)
dan dapat mengurangi risiko penyakit jantung, seperti yang telah dibuktikan
melalui berbagai penelitian (Anonimc. 2011).
Dalam
kacang kedelai terdapat senyawa kimia yang dinamakan lesitin. Lesitin
adalah campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang meliputi fosfatidil
kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositol. Lesitin merupakan bahan
penyusun alami pada hewan maupun tanaman.Komponen ini paling banyak diperoleh
dari kedelai. Penggunaan lesitin adalah sebagai pengemulsi, dengan
demikian SPI (soy protein isolate) yang digunakan dalam industri pangan berfungsi
juga untuk gizi, sensori, emulsifikasi, penyerapan air dan perekat lemak.
1. Jenis-jenis
turunan protein kedelai
Pengolahan kedelai dapat dilakukan
dengan berbagai macam cara dan menghasilkan produk-produk yang umum dijumpai di
pasaran seperti tepung kedelai, susu kedelai, tahu, tempe, bungkil kedelai,
minyak kedelai, dan protein nabati bertekstur.
Terdapat beberapa kelompok protein kedelai yaitu konsentrat
protein kedelai (soy protein concentrate/ SPC), isolat protein kedelai (soy
protein isolate/ SPI), dan protein kedelai bertekstur (textured soy
protein/TSP).Konsentrat protein kedelai (SCP) pada dasarnya adalah kedelai yang
telah mengalami proses penghilangan karbohidrat larut air. SCP mengandung
protein yang tinggi, yaitu sekitar 70%. Protein kedelai bertekstur atau
TSP dibuat dari SCP dengan tambahan proses teksturisasi sehingga berbentuk dry
flakes atau chunks (lembaran-lembaran kering atau kotak). Strukturnya akan
tetap ketika dibasahi dan menyerupai daging sapi giling. TSP chunks ini
dapat digunakan sebagai meat replacement (pengganti daging). TSP mengandung
sekitar 70% protein.
Di antara ketiga turunan protein
kedelai tersebut yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan daging
adalah isolat protein kedelai (SPI).SPI utamanya digunakan dalam produk
daging untuk memperbaiki tekstur dan kualitas serta palatabilitas (eating
quality) produk olahannya. Kandungan protein SPI ini sangat tinggi yaitu
sekitar 90% CP (crude protein), sehingga dia memang sangat baik untuk meningkatkan
nilai gizi produk daging olahan. SPI mensuplai protein kualitas tinggi
yang mengandung semua asam amino yang diperlukan untuk pertumbuhan. SPI
ini sepadan dalam kualitas dengan protein dari produk-produk ternak dan hampir
tak mengandung lemak, SPI tidak mengandung kolesterol dan lemak jenuhnya
sedikit atau hampir tidak ada.
SPI berfungsi sebagai bahan pengikat
(binder) bukan bahan pengisi (filler).Bahan pengisi dan bahan pengikat adalah
bahan-bahan bukan daging yang ditambahkan dalam produk dengan tujuan untuk
meningkatkan stabilitas, menurunkan penyusutan sewaktu pemasakan, memperbaiki
sifat irisan, mengikat air, membentuk tekstur, dan memberikan warna yang
khas.Perbedaan bahan pengikat dan bahan pengisi adalah berdasarkan kandungan
protein dan karbohidrat. Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang
lebih tinggi dan mampu memperbaiki sifat emulsi, sedangkan bahan pengisi
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi serta pengaruhnya kecil terhadap
sifat emulsi. Bahan pengikat dapat berupa bahan nabati maupun
hewani.
Terdapat dua macam SPI yang digunakan
dalam industri daging olahan yaitu SPI yang berbentuk tepung dan SPI yang
berbentuk granular atau butiran. Penggunaan SPI yang berbentuk tepung biasanya
langsung dicampurkan dengan bahan emulsi yang lain, sedangkan SPI yang
berbentuk granular direndam dalam air terlebih dahulu kemudian baru dicampurkan
ke dalam bahan emulsi. Perendaman ini bertujuan untuk menghilangkan bau
langu dari kedelai dan dapat diulang sesuai keperluan sehingga bau langu
hilang.
SPI juga digunakan untuk membuat
corned chicken. SPI yang ditambahkan dalam proses pembuatan corned
chicken berupa campuran adonan air, tepung SPI dan tepung sagu. Campuran adonan
ini dikenal dengan istilah sapromix.Terdapat juga produk turunan daging ayam
yang menggunakan SPI yaitu chicken nugget. SPI yang ditambahkan menurut
produsen chicken nugget tersebut, selain mempunyai fungsi-fungsi yang telah
disebutkan, juga dapat mengurangi biaya produksi. Harga SPI lebih rendah
dibandingkan dengan harga daging, sehingga keuntungan perusahaan pun semakin
meningkat.
Dalam
pembentukan emulsi, produk turunan daging lain yang menggunakan SPI sebagai
bahan pengikat adalah beef burger. Bahan tambahan tersebut berfungsi untuk
meningkatkan stabilitas emulsi beef burger, memperbaiki sifat irisan dan
struktur produk beef burger (Anonimc. 2011).
2. Inovasi
terbaru
Dunia industri daging terus berkembang dan berkreasi
dengan melakukan inovasi-inovasi serta memunculkan produk-produk baru turunan
daging.Produk-produk turunan daging tersebut menggunakan protein kedelai untuk
mendapatkan produk yang semakin baik dan memenuhi standar mutu. Terdapat 3
ketegori produk daging yang diproduksi oleh banyak dunia industri yang beredar
di pasaran yaitu raw meat (daging mentah), low value added meat (daging
bernilai tambah rendah) dan high value added meat (daging bernilai tambah
tinggi).
Produk turunan daging yang tergolong high value added meat
antara lain adalah sosis, bakso, burger patties, cooked burger, kebab, pepperoni,
smoked beef, beef bacon, beef pastrami, ground corned, dan meat loaf, sedangkan
daging yang tergolong mempunyai nilai tambah sedikit adalah daging giling
(minced beef), daging potongan (beef cube), chicken portion, chicken boneless
dan minced chicken. Bahan utama untuk produk-produk turunan daging bernilai
tambah tinggi tersebut dapat berasal dari sapi (beef), ayam (chicken) ataupun
domba/kambing.
Sosis merupakan salah satu produk turunan daging yang
mempunyai nilai tambah tinggi dan banyak perusahaan memproduksi sosis.Bahkan
terdapat produk sosis yang tidak perlu penyimpanan dingin, tetapi cukup
diletakkan di dalam toples atau di ruang terbuka, tinggal buka kemasan dan
langsung dapat disantap. Bahan baku yang terutama dalam pembuatan sosis
sapi adalah daging sapi bagian forequarter (potongan bagian ¼ depan dari karkas
sapi) tanpa tulang. Dalam istilah industri bagian tersebut disebut beef
forequarter 85 chemical lean atau dikodifikasi sebagai Beef FQ 85 CL. Sosis
juga dapat diproduksi dengan bahan baku daging ayam tanpa tulang (chicken
boneless).
Untuk membuat sosis diperlukan banyak bahan pembantu
selain bahan utama daging. Terdapat banyak bahan pembantu yang digunakan
untuk pembuatan sosis. Bahan-bahan tersebut antara lain garam, bumbu-bumbu,
tepung, dan bahan pewarna atau perasa (coloring and flavoring agent. Garam yang
umum digunakan dalam pembuatan sosis yaitu garam (NaCl), garam nitrit (NaNO2),
garam fosfat (sodium tripoliphosphat/STPP), monosodium glutamate
(Na-Glutamate/MSG), sodium erythorbate (Na-erythorbat). Bumbu-bumbu atau
rempah-rempah yang umumnya dipakai dalam formulasi sosis adalah bawang putih
(garlic powder), pala, beef flavor atau chicken flavor, dan smoked flavor.
Tepung yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah tepung pati dan SPI.
3. Pemilihan
protein kedelai
Protein kedelai yang terdapat di pasaran bervariasi,
dalam mutu, kandungan gizi, proses preparasi dan penggunaannya.
Pemilihan jenis protein kedelai yang digunakan untuk pembuatan produk
daging olahan menjadi bagian yang tidak boleh ditinggalkan, karena akan
mempengaruhi produk yang dihasilkan.Terdapat tiga jenis tepung kedelai yang
beredar di pasaran. Ketiganya mempunyai kandungan protein yang tinggi yaitu
SPI, SPC dan soy flour.
Tepung kedelai (soy flour) dibuat
dengan cara penggilingan biji kedelai menjadi tepung yang halus. Terdapat
3 bentuk tepung kedelai yaitu yang natural atau full-fat (masih mengandung
minyak); yang defatted (minyak dihilangkan) dan yang lecithinated (lecithin
ditambahkan). Kandungan protein tepung kedelai ini berkisar 50%
(40-60%).
Penggunaan protein kedelai dalam industri daging olahan
harus mempertimbangkan juga peraturan atau regulasi yang telah ditetapkan.
Bakso misalnya, mengandung daging tidak kurang dari 50% (SNI 01-3818-1995),
sedangkan sosis minimal mengandung daging 75% (SNI 01-3820-1995), sehingga
pemilihan protein kedelai tentu saja harus menyesuaikan dengan peraturan yang
berlaku. Suatu industri daging olahan menetapkan bahwa pemakaian SPI pada
proses pembuatan burger dibatasi maksimal 30% dari seluruh adonan.(Anonimc.
2011).
METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat
pelaksanaan praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Yaitu pada pukul 14.00 WITA - selesai
hari Selasa tanggal 2 April 2013, di Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang di gunakan dalam praktikum
teknologi pengolahan hasil ternak mengenai pembuatan sosis yaitu, mixer, stuffer, food cutter,
waskom kecil, sendok, panci, termometer, dan
kompor.
Bahan yang di gunakan dalam praktikum
pengolahan hasil ternak mengenai pembuatan sosis yaitu daging segar, tepung
kanji/tapioka, tepung kedelai, es, garam, obat bakso/STTP, merica, bawang putih, dan selongsong.
Prosedur Kerja
Menyiapkan bahan dan
peralatan dalam keadaan bersih, lalu daging dipotong-potong dadu dan dicuci
kemudian menggiling selama 1-2 menit bersama-sama garam, dan ½ bagian es, lalu
menambahkan tepung tapioka, tepung kedelai dan bumbu serta menggiling kembali
selama 1 menit hingga adonan menjadi legit, adonan didiamkan selama 10 menit,
kemudian memasukkan ke dalam selongsong yang berupa plastik selanjutnya memasak
air sampai mendidih baru memasukkan sosis ke dalam panci yang telah di masak
air mendidih selama 45 mnit lalu tiriskan dan dikonsumsi.
PEMBAHASAN
A. Sosis
Dari hasil pembuatan
sosis dibedakan menjadi 2 yaitu pembuatan sosis dengan menggunakan tepung
tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan sosis dengan menggunakan tepung
tapioka saja dengan diketahui bahwa panelis terdiri dari 5 orang dan panelis
pembuatan sosis dengan menggunakan tepung tapioka saja terdiri dari 10 orang dengan
uji organoleptik terbagi menjadi 7 kategori yaitu kategori memiliki warna, cita
rasa, ada aroma, tekstur, kebasahan, keempukan, dan kekenyalan. Adapun hasil perbandingan
praktikum pembuatan sosisdengan menggunakan tepung tapioka dan tepung kedelai
serta pembuatan sosis dengan menggunakan tepung tapioka saja dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. Hasil
Perbandingan Praktikum Pembuatan SosisDengan Menggunakan Tepung Tapioka Dan Tepung Kedelai
Serta Pembuatan Sosis Dengan Menggunakan Tepung Tapioka.
Uji Organoleptik
|
Nilai Rata-Rata Panelis
|
|
Sosis +
Tepung Tapioka + Tepung Kedelai
|
Sosis +
Tepung Tapioka
|
|
Warna
|
1
|
2
|
Tekstur
|
5
|
4
|
Aroma
|
4
|
4
|
Cita rasa
|
5
|
6
|
Kebasahan
|
1
|
4
|
Keempukan
|
1
|
4
|
Kekenyalan
|
1
|
5
|
Sumber : Praktikum Teknologi
Pengolahan Hasil Ternak, 2013.
Keterangan
Warna
Cita
rasa Tekstur
1
= putih pucat 1= tidak asin 1 = halus
2
= agak pucat 2
= kurang asin 2 = kurang halus
3
= pucat 3
= asin 3 = kasar
4
= cukup pucat 4
= cukup asin 4 = cukup kasar
5
= pucat sekali 5
= asin sekali 5 = kasar
sekali
6 = sangat pucat 6
= sangat asin 6 =
sangat kasar
Aroma Kebasahan
Keempukan
1
= tidak beraroma 1 =
tidak basah 1 = tidak empuk
2
= kurang aroma daging 2 = agak
basah 2 = agak
empuk
3
= aroma daging 3 = basah 3 = empuk
4
= cukup aroma daging 4 =
cukup basah 4 = cukup empuk
5
= beraroma sekali 5 =
basah sekali 5 = empuk sekali
6 = sangat
beraroma 6 = sangat basah 6 = sangat empuk
Kekenyalan
1 = tidak kenyal
2 = agak kenyal
3 = kenyal
4 = cukup kenyal
5 = kenyal
sekali
6
= sangat kenyal
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan sosis dengan
perbandingan antara pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka dan
tepung kedelai dan pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka diperoleh
bahwa pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka dan tepung kedelai
memiliki warna putih pucat, bertekstur kasar, cukup beraroma daging,
menghasilkan rasa sangat asin, tidak basah, tidak empuk dan tidak kenyal
sedangkan pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka memiliki warna agak
pucat, bertekstur agak kasar, cukup beraroma daging, rasa asin sekali, cukup
basah, cukup empuk, dan kenyal sekali. Jadi, pembuatan sosis yang lebih baik
pada praktikum adalah sosis dengan menggunakan tepung tapioka dan tepung
kedelai namun karena adanya kesalahan teknis pengikatan tali pada selongsong
yang tidak erat sehingga masih terdapat uap udara sehingga sosis kurang padat
dan karena tepung tapioka mempunyai sifat mudah menyerap airdan air diserap
pada saat temperatur meningkat. Jika pati yang terkandung didalam tepung
tapioka di panaskan akan mudah tercampur dengan daging yang dapat meningkatkan
kekenyalan sosis sedangkan penambahan tepung tapioka dan tepung kedelai
kualitas dari sosis semakin bagus karena tepung kedelai mengandung zat gizi
seperti protein hal ini sesuai dengan pendapat Enny (2012) yang menyatakan
bahwa Penambahan tepung tapioka pada pembuatan sosis berfungsi untuk menambah
volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air dan memperkecil
penyusutan. Terjadinya pembengkakan pada pembuatan sosis disebabkan oleh proses
gelatinisasi dari tepung tapioka yang mempunyai sifat mudah menyerap air dan
air diserap pada saat temperatur meningkat. Jika pati dipanaskan, air akan
menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai menggelembung saat
temperatur meningkat dari 60° C sampai 85° C.
B. Bakso
Dari hasil pembuatan
bakso dibedakan menjadi 2 yaitu pembuatan bakso dengan menggunakan tepung
tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan bakso dengan menggunakan tepung
tapioka dengan diketahui bahwa panelis terdiri dari 5 orang dan panelis
pembuatan bakso dengan menggunakan tepung tapioka terdiri dari 7 orang dengan
uji organoleptik terbagi menjadi 7 kategori yaitu kategori memiliki warna, cita
rasa, ada aroma, tekstur, kebasahan, keempukan, dan kekenyalan. Adapun hasil
perbandingan praktikum pembuatan bakso dengan menggunakan tepung tapioka dan
tepung kedelai serta pembuatan bakso dengan menggunakan tepung tapioka saja
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel
1. Hasil Perbandingan Praktikum Pembuatan
Bakso Dengan Menggunakan Tepung Tapioka Dan Tepung Kedelai Serta Pembuatan
Bakso Dengan Menggunakan Tepung Tapioka.
Uji Organoleptik
|
Nilai Rata-Rata Panelis
|
|
Bakso +
Tepung Tapioka + Tepung Kedelai
|
Bakso +
Tepung Tapioka
|
|
Warna
|
3
|
2
|
Tekstur
|
5
|
4
|
Aroma
|
3
|
4
|
Cita rasa
|
4
|
6
|
Kebasahan
|
4
|
4
|
Keempukan
|
3
|
4
|
Kekenyalan
|
3
|
4
|
Sumber : Praktikum Teknologi Pengolahan
Hasil Ternak, 2013
Keterangan
Warna
Cita
rasa Tekstur
1
= putih pucat 1=
tidak asin 1 = halus
2
= agak pucat 2
= kurang asin 2 = kurang halus
3
= pucat 3
= asin 3 = kasar
4
= cukup pucat 4
= cukup asin 4 = cukup kasar
5
= pucat sekali 5
= asin sekali 5 = kasar
sekali
6 = sangat pucat 6 = sangat asin 6 = sangat kasar
Aroma Kebasahan
Keempukan
1
= tidak beraroma 1 =
tidak basah 1 = tidak empuk
2
= kurang aroma daging 2 = agak
basah 2 = agak
empuk
3
= aroma daging 3 =
basah 3 = empuk
4
= cukup aroma daging 4 =
cukup basah 4 = cukup empuk
5
= beraroma sekali 5 =
basah sekali 5 = empuk sekali
6 = sangat
beraroma 6 = sangat
basah 6 = sangat empuk
Kekenyalan
1 = tidak kenyal
2 = agak kenyal
3 = kenyal
4 = cukup kenyal
5 = kenyal
sekali
6
= sangat kenyal
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan
bakso dengan perbandingan antara pembuatan bakso dengan ditambahkan tepung
tapioka dan tepung kedelai dan pembuatan bakso dengan ditambahkan tepung
tapioka diperoleh bahwa pembuatan dengan
ditambahkan tepung tapioka dan tepung kedelai memiliki warna pucat, tekstur
kasar sekali, cukup beraroma daging, menghasilkan rasa cukup asin, basah, empuk
dan kenyal sedangkan pembuatan bakso dengan ditambahkan tepung tapioka memiliki
memiliki warna agak pucat, tekstur cukup kasar, cukup beraroma daging,
menghasilkan rasa sangat asin, cukup basah, empuk dan cukup kenyal. Jadi,
pembuatan bakso yang lebih baik pada praktikum adalah bakso dengan menggunakan
tepung tapioka dan tepung kedelai karena menggunakan banyak bumbu seperti
tepung tapioka dan tepung kedelai sehingga mampu membentuk tekstur yang
baik.Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno.F.G (1984).bakso adalah jenis
makanan yang dib1uat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan
bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau
berbentuk bulat, padat, kenyal, dan berisi.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari praktikum pembuatan sosis dan
bakso, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
·
Sosis
di lakukan pengamatan dengan dua perlakuan yaitu pembuatan sosis
ditambah tepung tapioka dan tepung
kedelai dengan pembuatan sosis ditambah tepung tapioka, hasil yang memiliki kualitas yang lebih baik
menurut penilaian panelis yaitu pembuatan sosis ditambah tepung tapioka
dan tepung kedelai.
·
Bakso
di lakukan pengamatan dengan dua perlakuan yaitu pembuatan Bakso
ditambah tepung tapioka dan tepung
kedelai dengan pembuatan sosis ditambah tepung tapioka, hasil yang memiliki kualitas yang lebih baik
menurut penilaian panelis yaitu pembuatan bakso ditambah tepung tapioka.
Saran
Saran
saya untuk Laboratorium, Teknologi Hasil
Ternak yaitu sebaiknya memperluas ruangan laboratorium, menambah
peralatan laboratorium (timbangan) dan
tetap mempertahankan kebersihannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1970.Isi Kandungan Gizi Sosis Daging Komposisi
Nutrisi Bahan Makananhttp://keju.blogspot.com.Diaksestanggal
3 April 2013.
Anonim, 2009.Pengertian dan Mekanisme Penyediaan Daging.
http://kostumblog.blogspot.com.Diakses
tanggal 3 April 2013.
Anonimb,2011. Komposisi Kimia Tepung Tapioka. http://repository.ipb.ac.id.Diakses
tanggal 3 April 2013.
Anonima,
2012.Pengertian Daging Menurut Beberapa
Ahli. http://info-peternakan.blogspot.com.Diakses
tanggal 3 April 2013.
Anonimb,
2012 Tujuan Pemberian Bahan Pengawet. http://repository.ipb.ac.id.Diakses
tanggal 3 April 2013.
Enny Karti B,
.dkk,Tepung Tapioka. ejournal.upnjatim.ac.id.
Diakses tanggal 3 April 2013.
Kramlich, R. V. 1971. Sausage product.Dalam: J.
F. Prince dan B.S. Schweigert (Editor). The Science of Meat and Meat Product.
W.H. Freeman and Company, San Fransisco,
SNI
01-3818-1995. http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=56553#.UVz5zjevxi8. Diakses pada tanggal 6 maret
2013.
SNI
01-3820-1995. http://www.foodreviewbiz/preview.php?view2& id=5655 3#.UVz5zjevxi8. Diakses pada
tanggal 6 maret 2013.
SNI
01-3947-1995.http://www.scribd.com/doc/56935548/Porto-Folio-Teknologi-Daging. Diakses pada
tanggal 6 maret 2013.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Wibowo,2006.Http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52303/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4. Diakses pada
tanggal 6 maret 2013.
Wilson et al., 1981).http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-ardiancahy-5301-2-bab2.pdf . Diakses
pada tanggal 6 maret 2013.
Winarno,
F.G. 2002.Kimia Pangan. PT Gramedia,
Jakarta.
Yudi, 2009. Daging
dan Produk-produk Olahannya. http://drhyudi.blogspot.com.Diakses
tanggal 3 April 2013.
LAMPIRAN
Perhitungan Sosis
Dengan Menggunakan Tepung Tapioka Dan Tepung Kedelai
Warna
= 1 (5) / 5 = 5 / 5 = 1
Tekstur
= (3 (5) + 2 (1)) / 5 = 15 + 2 / 5 = 17 / 5 = 3,4
Cita
rasa = (2 (5) + 1 (2) + 1 (4)) / 5 = 10 + 2 + 4 / 5 = 16 / 5 = 4,4
Aroma
= (3 (4) + 2 (2)) / 5 = 12 + 4 / 5 = 16 / 5 = 3,2
Kebasahan
= (4 (1) + 1 (2)) / 5 = 4 + 2 / 5 = 6 / 5 = 1,2
Keempukan
= (3 (1) + 1 (2) + 1 (6)) / 5 = 3 + 2 + 6 / 5 = 11 / 5 = 2,2
Kekenyalan
= 1 (5) / 5 = 5 / 5 = 1
0 komentar:
Post a Comment